Berita
Oleh Ferdiansyah pada hari Rabu, 19 Apr 2017 - 20:46:23 WIB
Bagikan Berita ini :

Mengapa Ahok-Djarot Kalah? Ini Jawaban Pengamat

60ahokdjarot4.jpg
Pasangan calon Pilkada DKI Jakarta 2017 Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Syaiful Hidayat (Sumber foto : ist)


JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pasangan Ahok-Djarot kalah oleh Anies-Sandi dalam hitung cepat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, Rabu (19/4/2017). Ada beberapa faktor yang menyebabkan pasangan petahana itu tak mampu melawan penantangnya.

Analis politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun memaparkan beberapa alasan di balik kekalahan Ahok-Djarot.

Yang utama, kata dia, tidak aktifnya mesin politik pasangan Ahok-Djarot membuat faktor terbesar Anies-Sandi unggul.

"Mesin politik Ahok-Jarot tidak bergerak efektif. Mesin politik Ahok-Jarot secara kuantitas sebenarnya mengungguli pasangan Anies-Sandi karena Ahok-Jarot didukung enam partai politik dan mantan relawan yang teruji pada Pilkada 2012. Sayang, modal kuantitas tersebut tidak mampu bekerja efektif," ujar Ubedilah di Jakarta, Rabu (19/4/2017).

Pola kampanye Ahok-Djarot terbaca oleh mesin politik pasangan Anies-Sandi, yakni pola konvensional, seperti kegiatan baksos, sembako murah, dan sembako gratis. Padahal hal ini tidak efektif lagi mempengaruhi secara luas pemilih Jakarta yang mayoritas pemilih rasional.

Selain itu, sambung Ubedilah, ada pula pola kampanye melalui dunia maya yang menggambarkan pasangan Ahok sebagai korban diskriminasi dan intoleransi. Cara ini tak mampu mengubah cara pandang mayoritas masyarakat Jakarta.

"Termasuk pola 'kampanye udara' yang cenderung menggunakan pola playing victim sebuah kampanye melalui dunia maya untuk menggambarkan pasangan Ahok-Jarot sebagai korban diskriminasi dan intoleransi tidak mampu merubah cara pandangan warga Jakarta secara mayoritas," kata dia.

Gaya komunikasi publik Ahok juga ditengari pengamat ini sebagai salah satu faktor kekalahan pasangan Ahok-Djarot. Dalam konteks sosiologis politik, Ubedillah menilai, cara komunikasi santun jauh lebih diterima warga Jakarta.

"Tidak sedikit pernyataan-pernyataan Ahok di hadapan publik menimbulkan kemarahan massa, di antaranya yang paling fenomenal adalah terkait pernyataanya mengenai Almaaidah 51 di Kepulauan Seribu pada September 2016," tutur dia.

Faktor lainnya yakni pasangan Ahok-Djarot kurang menggunakan modal finansial secara efektif, padahal dukungan finansial mereka sangat melimpah.

"Ini bisa dicermati dari pembiayaan yang besar untuk imaging politic melalui media masa dan media sosial, tetapi tidak berbuah pada meningkatnya elektabilitas Ahok-Jarot. 'Kampanye udara' yang berbiaya besar nampak lebih diutamakan dibanding 'kampanye darat' yang sesungguhnya bisa lebih efektif dengan menggerakkan mesin politik secara kultural," papar Ubedilah.

Terakhir, mengenai tindakan para relawan atau simpatisan Ahok-Djarot menjelang putaran kedua, salah satunya video kampanye yang mengesankan umat Islam intoleran (lakukan kekerasan).

"Ini menimbulkan kesan negatif terhadap pasangan Ahok-Jarot yang justru mengurangi elektabilitasnya. Video kampanye Ahok-Jarot yang menggambarkan umat Islam yang keras dan intoleran justru meningkatkan militansi pemilih muslim Jakarta karena umat merasa disudutkan," jelas Ubedilah.

Dia menyimpulkan faktor tidak efektifnya mesin politik dalam bekerja dan performa komunikasi politik calon gubernur yang ekstrem berlawanan dengan kondisi sosiologis masyarakat atau pandangan umum masyarakat adalah faktor utama kekalahan pasangan Ahok-Djarot. (plt/ant)

tag: #ahokdjarot  #pilkada-jakarta-2017  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement