JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengingatkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) agar tidak terlalu bernafsu menggenjot sektor infrastruktur.
Sebab, lanjut dia, ada konsekuensi serius yang harus ditanggung, yakni tidak efektifnya program-program strategis lainnya, terutama yang berkaitan langsung dengan masyarakat.
"Pembangunan infrastruktur jangan sampai mengorbankan aspek mendasar lain seperti pertahanan, kedaulatan pangan, kesehatan, dan pendidikan," tandas eks wakil ketua Komisi VI DPR RI itu di Kompleks Parlemen Jakarta, Jumat (28/04/2017).
Menurutnya, jika melihat postur APBN hingga 2017, alokasi anggaran infrakstruktur naik signifikan hingga 123% sebesar Rp 378,3 triliun (18,6%).
"Bandingkan dengan pendidikan yang hanya 27%, kesehatan 83%," sindir dia.
Tak hanya itu, lanjut dia, ketimpangan cukup signifikan juga terlihat ketika anggaran untuk infrastruktur jika dibandingkan dengan alokasi kedaulatan pangan dan pertahanan cukup lebar.
"Anggaran untuk kedaulatan pangan cenderung menurun dari tahun ke tahun. 6,1% (2015), 5,7% (2016), dan hanya 5% tahun 2017 dan alokasi anggaran pertahanan yang masih di bawah 1% atas PDB," bebernya.
Diingatkannya kembali, membangun infrastruktur butuh dana yang tidak sedikit.
"Disebut-sebut dana untuk sedikitnya 225 proyek terdiri dari jalan tol, jalan strategis nasional, kereta api, bandara, pelabuhan, perumahan, waduk sampai bendungan, butuh dana sebesar Rp 5.500 triliun dalam waktu 5 tahun," ungkap dia.
Dari semua itu, terang dia, sekitar Rp 1.500 triliun atau 30% dibiayai APBN.
"Artinya setiap tahun negara mesti mengalokasikan dana untuk infrakstruktur sebesar Rp 300 triliun per tahun. Sisanya, diharapkan dari swasta. Nah, jangan itu malah jadi utang. Ingat, rasio utang kita sebesar 27% dari PDB. Hari ini, APBN kita dibebani pembayaran bunga utang yang telah mencapai Rp 221,2 triliun pada tahun 2017," tandasnya.
Artinya, kata dia, terjadi kenaikan 15,8 persen dari target APBNP 2016 sebesar Rp 191,2 triliun. Jumlah itu setara dengan 40 persen alokasi belanja non K/L.
Yang jadi pertanyaan juga, lanjut dia, mengapa realisasi proyek infrastruktur masih berpusat di Jawa, yaitu sebanyak 68 proyek atau sebesar 30%.
"Di luar Jawa justru belum terlihat kemajuan realisasi yang progresif," sindirnya.(yn)