JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi meminta Satgas Pangan berhati-hati dalam melakukan pengawasan terhadap pangan itu sendiri.
Data yang digunakan harus akurat dan memahami berbagai persoalan tentang beras misalnya. Sehingga jangan sampai ada kepentingan atau moral hazard dalam menjalankan tugasnya tersebut.
Tugas Satgas itu antara lain untuk melakukan stabilisasi harga secara nasional, ketersediaan, keterjangkauan, kandungan gizi yang layak dan lain-lain terhadap pangan yang akan dikonsumsi rakyat Indonesia.
"Sebab, kalau tidak akurat, nanti petani padi, kopi, jagung, kakau dan lain-lain, ketika menjual mahal ke pengusaha, maka mereka bisa dikriminalisasi. Dimana output, hasil dari petani yang disubsidi itu bukan tindak kriminal," tegas Viva Yoga dalam diskusi ‘Sengkarut beras’ bersama anggota Komisi IV DPR Andi Akmal dan pengamat pangan Kaman Nainggolan di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Tapi, dia mengapresiasi langkah satgas pangan sesuai perintah UU No. 18 tahun 2016 tentang pangan (Mentan, Mendag RI, KPPU, dan Kepolisian).
"Dari kasus yang terjadi saya melihat Satgas kurang hati-hati, karena menurut rilis Menteri Pertanian sendiri itu bukan beras oplosan," ujarnya.
Namun, kasus itu sudah diserahkan kepada proses hukum, sehingga hukum yang akan menyelesaikan.
"Jadi, kami minta satgas hati-hati terhadap data, akurasi di lapanga, dan definisi beras premium itu kalau disubsidi milik negara dikelola oleh Bulog untuk 13 juta keluarga/15 Kg/bulan, beras parsejahtera (Rastra)," kata politisi PAN itu.
Sebab, kalau definisi satgas salah, maka akan terjadi salah kaprah bahwa meski disubsidi, outputnya, berasnya bukan barang subsidi.
"Kalau begitu akan ada kriminalisasi petani padi, tebu, kopi, kakau, dan lain-lain. Kalau semua petani disubsidi, hasilnya dijual mahal, maka semua bisa ditangkap," ungkapnya.
Dengan demikian kata Viva Yoga, kalau menyalahgunakan barang subsidi itu bukan tindakan pidana.
"Kalau dipidana, maka petani akan takut menjual beras ke pasar. Makanya, kini pasar induk Cipinang, Jakarta, mengalami kekuarangan pasokan beras, karena takut," pungkasnya. (icl)