JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pembunuhan terhadap muslim Rohingya yang dilakukan militer Myanmar tanpa membedakan jenis kelamin dan usia, sudah menjurus pada pembersihan etnis atau ethnic cleasing.
Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di dunia, harus mengambil peran yang lebih jauh guna menghentikan kekejaman di negara tetangga tersebut.
Sebagai sesama negara ASEAN, Indonesia bisa memainkan peran politik bebas aktifnya melintasi batas teritori tanpa harus melakukan intervensi secara langsung internal pemerintahan Myanmar.
Pandangan ini disampaikan Muslim Ayub, Anggota DPR RI Fraksi PAN, dalam menyikapi tragedi kemanusiaan di negara Myanmar. Pemerintah Indonesia tidak cukup hanya menghimbau dan mencegah agar kekerasan terhadap Muslim di kawasan Rakhine State.
"Jika melihat kebrutalan milter negara tersebut, tidak hanya membunuh orang dewasa, tetapi perempuan, bayi dan orang tua, serta membakar pemukiman muslim Rohingya, tidak salah jika ini disebut sebagai genosida, kejahatan kemanusian luar biasa. Aung Saan Suu Kyi yang terkesan membiarkan aksi militer negaranya itu, layak dibawa ke Mahmakah Pidana Internasional," kata Muslim kepada TeropongSenayan di Jakarta, Minggu (10/9/2017).
Dijelaskannya, bahwa sikap mendiamkan atas sebuah kejahatan kemanusiaan yang terjadi, sama dengan mendukung kejahatan tersebut.
Beberapa relawan kemanusiaan yang ingin memberikan bantuan dipersulit oleh pemerintah Suu Kyi. Bahkan tim pencari fakta bentukan PBB pun tidak diberi akses. Maka itu, Muslim menilai, Suu Kyi tidak layak lagi menyandang gelar sebagai tokoh penerima Nobel perdamaian.
Karena itu, lanjut dia, Indonesia harus lebih tegas memainkan perannya. Tidak hanya menghimbau agar pemerintah sipil Myanmar mengendalikan aksi militer negaranya dan menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan. Sebab itu tidak memberi jaminan hal serupa tidak akan terulang.
"Menurut saya perlu juga dipertimbangkan untuk menggalang kekuatan baik dengan negara-negara sesama anggota ASEAN maupun negara-negara muslim yang tergabung dalam OKI, untuk memberikan sanksi bagi Myanmar," tegasnya.
Myanmar harus diberi penyadaran bahwa penghormatan terhadap kemanusiaan, tanpa memandang suku dan agama adalah bagian dari menjunjung tinggi nilai kemanusiaan universal.
"Bila perlu keanggotannya di ASEAN ditinjau ulang. Indonesia sebagai negara besar dan diperhitungkan bisa menginisiasi hal tersebut," terangnya.
Ditegaskan Muslim, sifat politik indonesia yang bebas aktif, dirumuskan oleh pendiri bangsa ini dengan sebuah kesadaran bahwa sebagai bangsa beradab, tidak bisa layak membiarkan apabila ada sebuah negara yang melakukan kekerasan kemanusiaan secara brutal.
"Apalagi negara tersebut berada dalam satu kawasan," tuturnya.
Muslim meminta sikap aktif pemerintah lebih ditingkatkan. Ia memberikan contoh Presiden Turki, Receep Tayep Erdogan, yang begitu sikap memberikan respon. Tidak hanya memberikan bantuan kemanusiaan, tetapi secara fisik hadir ke lokasi pengungsi memberi dukungan moral.
Bahkan negara sekular itu menyiapkan bantuan dana bagi Bangladesh, untuk membantu karena negara itu menjadi negara tujuan pelarian Muslim Rohingya.
Dikatakan oleh Muslim Ayub, peran Indonesia dalam membantu menyelesaikan konflik dibanyak negara memang sudah tidak perlu diragukan. Pengiriman aparat TNI dan Polri untuk misi kemanusiaan oleh PBB, sudah teruji. Muslim tidak membantah bila opsi ini bisa dilakukan.
"Tetapi bisa juga secara paralel, upaya yang lebih tegas diambil Indonesia. seperti menyeret Aung Saan Suu Kyi ke Mahkamah Internasional atau mendorong agar keanggotaan Myanmar dalam ASEAN ditinjau ulang," pungkasnya. (icl)