Opini
Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior) pada hari Sabtu, 21 Okt 2017 - 18:16:56 WIB
Bagikan Berita ini :

Pikiran Besar Anies Baswedan Disambut Pikiran Cetek

21IMG_20170201_194417.jpg
Asyari Usman (Wartawan Senior) (Sumber foto : Istimewa )

Presidential-style. Begitulah kualitas pidato politik perdana yang disampaikan oleh Gubernur Anies Baswedan. Gaya seorang presiden. Anies bagaikan mencuri start kampanye Pilpres 2019. Sayangnya, orang-orang yang berpikiran “hostile” (seteru) terhadap Anies hanya mampu menangkap kata “pribumi”, yang menjadi salah satu pokok pidato politiknya itu, dalam konteks yang sangat sempit. Yaitu, konteks dikotimis yang tidak penting.

Padahal, Anies berbicara tentang gagasan untuk membebaskan seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya rakyat Jakarta, dari belenggu keterjajahan. “Great mind” yang ada di dalam diri Anies ingin menyampaikan kepada publik bahwa Indonesia sangat perlu mengkonfrontir belenggu keterjajahan yang melanda rakyat.

Ketika dia menyebutkan “pribumi”, Anies disalahpahami seolah ingin menyulut antagoni yang berbahaya. Orang-orang yang memiliki “small mind” (pikiran cetek) menyangka Anies yang berpikiran “cetek” seperti mereka. Mereka tidak mampu melihat dampak jangka panjang dari belenggu keterjajahan yang terbentuk dari kekeliruan dalam penbangunan ekonomi nasional.

Anies ingin mengingatkan bahwa ketimpangan sosial yang semakin besar dan akut bisa menumpuk diskonten yang akan merugikan seluruh tatanan kehidupan. Ketimpangan itu, menurut pandangan Anies, bersumber dari disparitas taraf hidup yang masih sangat kental diwarnai oleh perbedaan penguasaan faktor-faktor ekonomi.

Tak terelakkan lagi, disparitas itu menggiring kita untuk melihat “siapa” yang menguasa “apa” dan “berapa”. Ketika melihat kondisi ini berulang-ulang, kesimpulan yang paling kuat ialah bahwa kaum “pribumi” masih mendominasi penerimaan residu pembangunan. Lebih lugas lagi, warga “pribumi” adalah tempat pembuangan sampah pembangunan.

Dengan meminjam kacamata kepemimpinan nasional dalam pidato politik kegubernuran, Anies mencoba untuk memperlihatkan persepsi bahwa kondisi suram kaum “pribumi” harus segera dikoreksi. Semangat untuk melakukan koreksi itulah yang tampaknya mendorong Anies untuk meletakkan terminologi “pribumi” sebagai ruh pidatonya.

Sayang sekali, “small mind” menganggap Anies ingin memecah belah bangsa. Mereka kesulitan untuk memahami “great mind” Pak Gubernur yang terasa lebih cocok diimbali dengan kursi presiden. Orang-orang “small mind” kemudian terjebak ke dalam “talking about people” alias “mencak-mencak mencari kesalahan orang”.

Anies mengajak bicara soal gagasan untuk mengoreksi kondisi sosial yang buruk, sementara “orang seberang” hanya paham satu bahasa saja yaitu bahasa “gebuk” dalam kamus premisme mereka. Suasana menjadi “tak nyambung”.

Mereka lebih suka membawa Anies berperkara di kantor polisi ketimbang berusaha mencari pemahaman yang komprehensif tentang potensi ancaman akibat kondisi buruk kaum “pribumi” yang tidak dikoreski.

Benar juga kseimpulan President Franklyn Roosevelt, bahwa “Great minds talks ideas, average minds talk events, small minds talk about people”.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

MEMBACA ABOLISI TOM LEMBONG

Oleh Faidal Bintang
pada hari Jumat, 01 Agu 2025
TEROPONGSENAYAN.COM - Jakarta, Presiden Prabowo Subianto membuka lembaran baru dalam sejarah hukum Indonesia dengan memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih ...
Opini

GEMPA POLITIK DI SOLO: PRABOWO, AMNESTI, DAN TAFSIR BARU HUBUNGAN DENGAN PDIP

Dari Surat Presiden ke Getaran Politik Pada 30 Juli 2025, Presiden Prabowo Subianto mengirim dua Surat Presiden (Surpres) kepada DPR RI: Surpres Nomor R‑42/Pres/07/2025 tentang pemberian ...