JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Buni Yani mengaku karirnya hancur setelah menjadi terdakwa kasus unggahan dan penyebaran video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu. Dia pun merasa dikriminalisasi dalam kasus ini.
Tulisan pendapat pribadinya di Facebook dikatakan sebagai bukti transkrip yang dianggap melawan hukum karena menambah, mengurangi, dan menghilangkan slot informasi.
"Riset doktoral saya berhenti. Karir saya habis (hancur). Padahal saya sedang tur di negara-negara Asia, terakhir saya ke Seoul, Tokyo, dan Bangkok. Saya nulis buku, sempat jadi semacam konsultan di Guangzhou, Korea. Terhenti semua," saat bertemu dengan Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Gedung Nusantara III lantai 3 Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (2/11/2017).
Buni Yani pun menegaskan, dirinya terlahir dari keluarga yang menjunjung pluralisme. Jadi, lanjut dia, tidak mungkin dirinya mengunggah video Ahok tersebut untuk melakukan ujaran kebencian.
"Saya berasal dari keluarga yang sangat plural," tegasnya.
Dia juga mengaku pernah menjadi kelompok minoritas.
"Saya jadi minoritas. Saya (menadapat) beasiswa ke Amerika, saya jadi minoritas. Saya penelitian ke Filipina, saya minoritas. (Jadi) kami rasa ini kriminalisasi," tuturnya.
Di tempat sama, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengharapkan majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung bisa melihat fakta hukum yang ada dalam kasus Buni Yani.
Fadli menilai tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan Buni Yani, lantaran video pidato Ahok disebarluaskan oleh pihak Pemprov DKI Jakarta melalui akun youtube resminya.
"Itu hak berekspresi berpendapat lisan dan tulisan (tulisan Buni Yani di Facebook pribadinya). Mudah-mudahan Buni Yani dapatkan keadilan sesuai harapan," kata Fadli.
Lebih jauh, Politisi Gerindra ini mengaku akan mengawasi proses sidang vonis Buni Yani yang akan dibacakan pada Selasa (14/11/2017) mendatang di Pengadilan Negeri Bandung.
"Bagaimana DPR bisa mengawasi sesuai aturan yang ada," tandasnya.(plt)