JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Ahli hukum pidana dari Universitas Padjadjaran Komariah Emong Sapardjaja menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diperbolehkan untuk menetapkan tersangka di awal penyidikan.
"KPK sudah sesuai Undang-Undang dan sudah berjalan pada "track"-nya. Ada putusan bahwa penetapan harus di akhir, itu sama sekali tidak benar, tidak punya dasar sama sekali," kata Komariah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/12/2017).
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Kusno menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda pemeriksaan ahli dari pihak termohon dalam hal ini KPK. Sebelumnya, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menanyakan kepada ahli terkait dengan penerapan tersangka terkait Pasal 44 Undang-Undang KPK.
Ada pun Pasal 44 itu menyebutkan "jika penyelidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditemukan bukti permulaan yang cukup tersebut, penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi".
"Ada putusan terdahulu bahwa penetapan tersangka harus dilakukan di akhir penyidikan, norma itu dari mana asalnya?," tanya Setiadi.
"Jadi ada dugaan disertai bukti permulaan itu sudah cukup. Kita sudah menganut bukti dapat diperoleh dari manapun, bahkan bukti dari perkara lain boleh digunakan. Kenapa dipersoalkan lagi," ungkap Komariah.
Sebelumnya, dalam dalil permohonan dan petitum praperadilan yang diajukan oleh Novanto disebutkan bahwa penetapan tersangka oleh KPK dilakukan sebelum KPK melakukan proses penyidikan sehingga penetapan Novanto oleh KPK tersebut menyalahi ketentuan Hukum Acara Pidana di Indonesia dan UU KPK sehingga harus dibatalkan demi hukum. Selanjutnya, penetapan tersangka yang dikeluarkan oleh KPK terhadap diri Novanto belum didukung dua alat bukti baru yang sah. (Ant/icl)