JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Kementerian Perdagangan kembali menuai kritik dengan membuka keran impor jagung, setelah sebelumnya melakukan impor beras dan garam. Selain petani yang resah, kalangan parlemen juga menyayangkan kebijakan tersebut.
"Rencana impor jagung itu telah menciderai para petani jagung. Sebab terlepas apapun alasannya tetap saja impor jagung itu akan merugikan para petani kita," jelas anggota Komisi IV Rahmad Handoyo di Komplek Parlemen, Senin (5/2/2018).
Menurutnya, sebelum kebijakan impor diberlakukan, semestinya Kemendag terlebih dahulu mengkaji untung rugi buat petani.
"Kasihan petani kita. Semestinya kan negara dengan berbagai kebijakannya harus melindungi mereka bukan malah membuat kebijakan yang merugikan petani," ujar Rahmad.
Rahmad mengaku kaget saat mengetahui adanya kebijakan impor jagung. Mengingat tahun 2017 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memerintahkan Kementerian Pertanian segera menghentikan impor jagung.
"Perintah presiden itu tujuannya untuk meningkatkan penghasilan petani. Dan petani memang semakin bergairah untuk menanam jagung karena menguntungkan. Kini, di awal 2018 muncul lagi kebijakan impor. Ini bagaimana. Jangan sampai kebijakan pemerintah justru merugikan petani dan menguntungkan pemburu rente," paparnya.
Selain kerugian yang bakal diderita petani jagung, rencana impor yang dilakukan tanpa rekomendasi dari Kementan. Dia mengatakan, impor tanpa rekomendasi kementerian terkait merupakan bentuk pelanggaran terhadap undang-undang.
"Impor memang dibenarkan oleh undang-undang tapi harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Karena itu sesuai aturan yang berlaku, impor harus berdasarkan berdasarkan rekomendasi kementerian teknis dalam hal ini Kementerian Pertanian. Kalau tanpa rekomendasi itu pelanggaran undang-undang," kata Rahmad.
Sebelumnya, Kemendag mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan 21/2018 tentang Ketentuan Impor Jagung. Disebutkan jagung dapat diimpor untuk memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Persetujuan impor jagung sebanyak 171.660 ton diteken pada 17 Januari lalu dan berlaku hingga 17 April. Sedangkan izin impor yang dilakukan tanpa rekomendasi Kementan diberikan kepada lima perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir (icl)