Opini
Oleh Prijanto Soemantri (Aster KASAD 2006-2007) pada hari Rabu, 28 Mar 2018 - 09:22:09 WIB
Bagikan Berita ini :

Ghost Fleet, Flash Gordon dan Gerakan Kebangkitan Indonesia

82prijanto-620x413.jpg
Prijanto Soemantri (Sumber foto : Istimewa)

Apollo 11 : Neil Armstrong dan Buzz Aldrin manusia pertama mendarat dan jalan-jalan di bulan, 20 Juli 1969 dan bertemu kembali dengan astronot Michael Collins dalam modul komando untuk kembali ke bumi. Peristiwa itu terjadi, setelah tiga puluh tahun cerita fiksi petualangan Flash Gordon di luar angkasa.

Akankah cerita ‘Armada Hantu’ dari P.W Singer berkembang seperti cerita Flash Gordon? Alex Raymond, menciptakan cerita petualang luar angkasa Flash Gordon tahun 1939. Cerita fiksi tersebut jauh sebelum manusia melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mendarat di bulan. Hanya orang-orang cerdas saja yang mampu menangkap cerita fiksi untuk mereka kembangkan dan manfaatkan demi kepentingan manusia ke depan.

Orang-orang cerdas, kaum cendekiawan NASA telah mampu menangkap dan menjabarkan imajinasi Alex Raymond, dengan mendaratkan Nei Armstrong dan Buzz Aldrin di Bulan. Bahkan, imajinasi cerita Flash Gordon telah memberikan ilham untuk negara-negara maju mengembangkan tehnologi senjata militer canggih di luar angkasa. Maka lahirlah konsepsi ‘Star War’ atau Perang Bintang.

Judul artikel ini terasa gado-gado, korelasi antar kata-kata kuncinya aneh. Ngawurkah? Ngawur sih tidak, karena kata-kata kunci akan dirangkai, dengan tujuan agar bangsa Indonesia sadar, bangkit untuk berubah agar tidak punah beneran. Artikel ini terkait novel Ghost Fleet karya Peter Warren Singer yang heboh karena disampaikan Prabowo. Kapolri mengomentari sebagai “wake up call’ atau panggilan untuk mempersatukan NKRI. Namun ada juga komentar negatif dan miring. Bukan ngomentari isi novel, tetapi komentar yang ditujukan kepada Prabowo sebagai lawan politik.

Sudah banyak komentar dan menjelaskan siapa PW Singer itu. Dia bukan sastrawan, jadi tidak pantas diletakkan sebagai novelis. Kapasitas P.W Singer sangat jelas, ahli politik dan strategi perang abad 21. Karya-karyanya jelas, konon sebagai rujukan Pentagon, Kongres AS dan kajian ilmiah. Bukunya “Wired for War” dinobatkan sebagai Non-Fiction Book of the Year 2009 oleh majalah Financial Times. Buku tersebut sebagai bacaan resmi dan diminati prajurit Angkatan Udara Amerika dan Angkatan Laut Amerika dan Australia.

P.W Singer mungkin menyadari, generasi muda suka membaca Novel ketimbang buku Ilpengtek. Di sisi lain, bisa jadi untuk menghindari kecaman, atau kejaran pertanggungjawaban, karena ceritanya menyangkut negara-negara besar. Kalau toh itu terjadi, Singer cukup menjawab enteng, bahwa itu hanyalah novel, tidak perlu panik apakah itu salah atau bener. P.W Singer tidak perlu mempertanggungjawabkan.

Memang tidak lazim prakiraan perang ditulis dalam novel. Umumnya prakiraan itu hasil kajian strategis dan intelijen, disertai beberapa skenario. Hanya Singer yang tahu mengapa dia menulis novel tersebut. Apakah P.W Singer mirip Sunan Kalijaga, memilih wahana yang tepat, untuk mengajak orang lain mengikuti pendapat dan alur pikirannya, sekaligus penyelematan diri dari kecaman? Seperti kita ketahui, Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa melalui budaya masyarakat Jawa, khususnya wayang. Bagi yang cerdas, akan mengambil esensi novel Singer dan mengkaitkannya dengan situasi yang sedang dan akan berkembang.

Orang-orang yang abai dan cuek, novel P.W Singer sebagai cerita fiksi belaka. Kecerdasan yang cupet dan pikiran politik yang kotor, bisa membuat malas untuk mengkaitkan dengan fenomena yang berkembang. Bagi yang cerdas, tidak abai, waspada, dan visioner, akan mencoba mengkaitkannya dengan perkembangan lingkungan strategis global, regional dan nasional. Bisa jadi mereka akan memaknai novel Ghost Fleet sebagai ‘peringatan’, mengingat kapasitas Singer.

Benarkah Amerika dan China akan perang pada 2030? Masalah waktu bisa saja maju, mundur atau pas. Masalah terjadi atau tidak, perlu kajian, bisa ya atau tidak. Namun, secara sederhana, untuk kewaspadaan, kita bisa munculkan pertanyaan kritis. Adakah indikasi Amerika dengan China saat ini sedang bersitegang? Mengapa UUD 1945 kita diamandemen? Adakah indikasi keikutcampuran asing dalam masalah ekonomi, politik, sistem pemerintahan di dalam negeri Indonesia? Melihat geografi Indonesia, adakah ‘kuku-kuku’ tajam Amerika dan China yang sudah menancap di dalam negeri, sehingga suka tidak suka Indonesia akan dijadikan alat dan medan tempur mereka?

Mari kita berimajinasi secara sederhana. Andaikan Amerika perang dengan China. Medan pertempuran di Laut China Selatan dan Lautan Pasifik. Penggunaan wahana udara di atas negara-negara, laut dan lautan antara Australia-Asia. Australia, New Zealand, Inggris dan Singapura membantu Amerika. Indonesia, Singapura, Malysia, Philipina digunakan sebagai tumpuan pasukan kedua belah pihak, sekaligus ajang pertempuran di darat. Woouw… betapa dahsyat pertempuran akan terjadi. Peribahasa “Gajah melawan gajah, pelanduk mati ditengah-tengah” terjadilah.

Bagaimana Indonesia? Yakinkah Indonesia mampu menjalankan politik bebas aktif, sebagai inisiator perdamaian? Jawaban ini tidak mungkin lepas dari proses amandemen UUD 1945, yang patut diduga sarat keikutcampuran asing. Format kelembagaan dan sistem pemerintahan pasca amandemen dan kemampuan perang Indonesia dari ketersediaan energi hanya 3hari, menjadi hitungan. Apakah benar saat ini bermunculan komprador-komprador, bangkitnya PKI dan ideologi komunisme? Sampai sejauh mana karakter kepejuangan, nasionalisme, kapasitas pengemban amanat rakyat, semua menentukan ke arah mana dan berada dimana Indonesia saat perang Amerika-China pecah.

Indonesia punah tidak saja dalam novel P.W Singer. Gerakan Kebangkitan Indonesia (GKI) dan berbagai organisasi, komunitas dan FGD juga khawatir hal itu, namun dari penyebab yang berbeda. Mereka mengajak bangsa Indonesia segera bangkit untuk berubah agar tidak punah. Bangkit untuk segera ‘Kembali ke UUD 45 Asli, Untuk Disempurnakan’. Jangan terlambat sehingga kaget dan terseok-seok ketika melihat: (1) Perpecahan bangsa akibat Pilpres dan Pilkada langsung semakin meluas tiada henti, sepanjang siklus lima tahunan. (2) Kedaulatan dan kemandirian bangsa dalam semua aspek kehidupan semakin merosot dan hilang, yang mengakibatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia semakin jauh (3) Munculnya Capres dan Cawapres dari bangsa lain walaupun WNI.

Sejauh mana pengetahuan kita terhadap perkembangan lingkungan strategis global, regional dan nasional, akan menentukan kadar sikap kita terhadap novel Ghost Fleet dan ajakan GKI dan kawan-kawan. Peringatan dan ajakan tersebut seyogyanya janganlah disikapi seperti menyikapi iklan rokok. Jelas sudah ditulis merokok menyebabkan kanker, tetapi tetap saja merokok. Sadar ketika sudah kena kanker stadium empat. Semoga tidak demikian. Insya Allah, amin (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #prabowo-subianto  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Badai Kecil Golkar dan Bahlil yang Jumawa

Oleh Ariady Achmad (Politisi Senior Partai Golkar, Mantan Anggota DPR RI dan Sahabat Dekat Gus Dur
pada hari Kamis, 14 Nov 2024
Golkar adalah partai politik yang memiliki jejak panjang dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Jatuh bangun, pahit getir telah dilalui sehingga menjadi salah satu partai politik yang matang dan ...
Opini

Prabowo dan Dilema yang Tidak Mudah Diselesaikan

Prabowo Subianto berada di persimpangan jalan yang kompleks dalam hubungannya dengan Joko Widodo (Jokowi) dan Gibran Rakabuming. Kedua figur ini, terutama Gibran yang dikenal dengan julukan Fufufafa, ...