Di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan digitalisasi, dunia kerap terjebak dalam ritme individualis yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Interaksi manusia semakin digantikanoleh notifikasi digital, menjadikan empati dan solidaritas sesuatu yang langka. Namun, kisah Sri Rukiyatin, seorang aktivis kemanusiaan yang berpulang dalam kondisi sederhana, menjadi pengingat bahwa nilai-nilai kemanusiaan tetap abadi di tengah derasnya arus modernitas.
Sri Rukiyatin, seorang pegiat sosial yang hidup mandiri di Jakarta sejak awal 2000-an, dikenal sebagai sosok yang ramah dan mudah bergaul. Ia selalu hadir dalam berbagai diskusi dan aktivitas sosial, menjalin hubungan lintas generasi dengan aktivis, politisi, dan tokoh masyarakat. Di balik kehidupannya yang sederhana, Sri adalah simbol keteguhan dan dedikasi untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, meskipun dirinya hidup tanpa kemewahan materi dan dukungan keluarga.
Perjuangan Melawan Keterbatasan
Dalam dua tahun terakhir, Sri berjuang melawan gagal ginjal, sebuah penyakit yang menggerus fisiknya. Di tengah keterbatasan ekonomi, ia tetap bertahan dengan semangat luar biasa, meskipun seringkali harus menahan rasa sakit tanpa pengobatan memadai. Namun, hal itu tidak mengurangi kepeduliannya terhadap isu-isu sosial-politik. Dalam percakapan terakhirnya dengan beberapa sahabat, ia masih sempat membahas kondisi bangsa dan mengenang masa-masa perjuangan bersama.
Hingga akhirnya, pada 8 Januari 2025, kabar duka itu tiba. Sri ditemukan meninggal dunia di kamar kostnya di kawasan Senen, Jakarta Pusat. Kepergiannya menyisakan duka mendalam, terutama bagi rekan-rekan aktivis yang mengenalnya sebagai sosok penuh semangat dan inspirasi.
Solidaritas di Tengah Modernitas
Kabar kepergian Sri menggugah solidaritas di kalangan aktivis lintas generasi. Aktivis senior seperti Hariman Siregar, bersama rekan-rekannya, bergerak memastikan bahwa Sri dimakamkan dengan layak sesuai ajaran Islam yang dianutnya. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk kepolisian dan warga sekitar, memungkinkan jenazahnya dimakamkan di TPU Rorotan, Jakarta Utara. Proses ini menjadi bukti bahwa solidaritas dan kemanusiaan masih hidup, meskipun seringkali terpinggirkan oleh arus individualisme.
Jejak Kebaikan yang Abadi
Sri Rukiyatin meninggalkan pesan penting bagi kita semua: bahwa nilai kemanusiaan adalah warisan yang tak tergantikan. Hidup bukan tentang harta atau jabatan, melainkan tentang seberapa besar kita bisa memberi arti bagi sesama. Dalam era modern yang serba cepat ini, kisah Sri mengingatkan bahwa teknologi seharusnya menjadi alat untuk mempererat hubungan manusia, bukan memutusnya.
Mari belajar dari kehidupan Sri, dari perjuangan para aktivis, dan dari sejarah bangsa kita. Solidaritas, keadilan sosial, dan penghormatan terhadap martabat manusia adalah kunci melawan dehumanisasi yang sering menyertai kapitalisme modern. Seperti yang selalu diingatkan oleh Hariman Siregar: “Jaga kesehatan, banyak doa, dan bantu kawan.”
Selamat jalan, Sri Rukiyatin. Jejak kebaikanmu akan terus menjadi inspirasi bagi kami yang masih melanjutkan perjuangan.
Kalibata, Jakarta Selatan, 9 Januari 2025
Agusto Sulistio - Indonesia Democracy Monitor(InDemo)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #