Oleh M. Said Didu pada hari Sabtu, 11 Jan 2025 - 14:42:01 WIB
Bagikan Berita ini :

Mengurai Kontroversi Pemagaran Laut PIK-2: Negara dalam Negara atau Rekayasa Kepentingan?

tscom_news_photo_1736581321.jpg
(Sumber foto : )

Tanggal 9 Januari 2025 menjadi momen bersejarah di wilayah yang diklaim sebagai bagian dari PIK-2, mencakup kawasan Tangerang dan Serang, Banten. Seolah menjadi hari pembebasan, untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade, pemerintah hadir menegakkan hukum di kawasan ini. Instruksi Presiden Prabowo Subianto kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menyelidiki kasus pemagaran laut sepanjang 30,16 km telah membuka pintu bagi penegakan keadilan. Namun, hingga kini, keberanian pemerintah untuk mengungkap siapa pihak di balik pemagaran laut tersebut masih menjadi tanda tanya besar.

PIK-2: Wilayah Tertutup di Bawah Oligarki

Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, wilayah PIK-2 menjadi sorotan karena dikendalikan oleh kekuatan oligarki yang ditengarai memanfaatkan jalur kekuasaan dan aparat untuk kepentingan pengembang. Berbagai kasus intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga setempat, serta perampasan aset negara berupa sungai, bantaran, jalan, dan tambak, menjadi bagian dari proses pembangunan megaproyek ini.

Puncaknya terjadi pada Maret/April 2023, ketika PIK-2 ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), tepat sehari setelah keputusan Mahkamah Konstitusi menetapkan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pilpres 2029. Penetapan PSN ini memperkuat legitimasi pengembang untuk melakukan ekspansi, termasuk perubahan nama kawasan menjadi PIK-2, PIK-3, hingga PIK-11.

Pemagaran Laut: Tindakan Tanpa Pelaku?

Pemagaran laut sepanjang 30,16 km di wilayah utara Banten menjadi puncak kontroversi. Pemagaran ini diduga merupakan langkah sistematis untuk melegitimasi reklamasi wilayah pantai, yang melibatkan jual-beli fiktif atas tanah timbul dan wilayah laut oleh oknum kepala desa dan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Beberapa temuan kunci yang menimbulkan kecurigaan:

1. Keterlibatan Pemerintah dan Aparat: Pengembang PIK-2 dituding telah menguasai berbagai instansi pemerintah dan aparat penegak hukum, memanfaatkan kekuatan politik selama era pemerintahan Jokowi.


2. Manipulasi Administrasi: Pemilik fiktif atas lahan dan laut dikabarkan menjadi alat untuk melegalkan perampasan aset negara. Para “pemilik” ini kemudian menjual haknya kepada pengembang dengan cara yang tidak transparan.


3. Modus Intimidasi: Sistem “premanisme” dan intimidasi digunakan untuk memaksa masyarakat menjual tanah mereka dengan harga murah.

Namun, hingga kini, pengembang PIK-2 membantah tuduhan tersebut, menyebut bahwa tidak ada bukti hukum yang mengaitkan mereka dengan pemagaran laut.

Upaya Melawan Oligarki

Sebagai saksi sejarah, saya—Muhammad Said Didu—menyaksikan sendiri bagaimana kawasan pantai utara Banten dijadikan “negara dalam negara.” Sejak 2 Mei 2023, saat saya mencoba menanam mangrove di Ketapang, Mauk, hati saya terusik oleh keluhan masyarakat yang kehilangan tanah mereka akibat intimidasi pengembang. Sebagai anak seorang perintis kemerdekaan, saya bertekad melanjutkan perjuangan ini demi mengembalikan kemerdekaan rakyat Banten dan daerah lain dari cengkeraman oligarki.

Hampir 10 bulan lamanya, saya terus menyuarakan ketidakadilan ini. Tantangan, ancaman, hingga bujukan sudah saya hadapi, namun komitmen untuk membela rakyat tak akan surut. Kini, perjuangan ini bukan lagi hanya perjuangan seorang Said Didu, melainkan perjuangan bersama rakyat Indonesia.

Harapan untuk Penegakan Keadilan

Kasus pemagaran laut ini adalah puncak gunung es dari persoalan yang lebih besar: sistem oligarki yang merampok hak-hak rakyat dan aset negara. Keberanian Presiden Prabowo untuk memerintahkan penyelidikan menjadi langkah awalyangpatutdiap

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Revolusi Zhen Feng

Oleh Cak AT (Ahmadie Thaha)
pada hari Sabtu, 11 Jan 2025
Pernahkah Anda mendengar istilah "cut and paste"? Biasanya, ini berkaitan dengan pekerjaan dokumen, tetapi berkat Zhen Feng, seorang ilmuwan gene-editing asal Tiongkok-Amerika, kita kini ...
Opini

Angin pun Dia Lawan

Jangan percaya ocehan Donald Trump yang satu ini. Seolah menjadikan turbin angin sebagai musuh bebuyutannya, ia mengklaim bahwa suara turbin angin bisa menyebabkan kanker. Entah bagaimana ia tiba ...