Ibu dan anggota partai semuanya. Dalam kesempatan ini sudah waktunya saya menyampaikan apa yang menjadi ganjalan.
Saya memang Presiden saat ini, dan saya di sini karena saya tegak lurus menjadi petugas partai yang taat. Saya ditugaskan partai untuk menyelamatkan mandat yang sangat besar pada Ibu ketua Partai yang sudah dinilai masyarakat bahwa ibu sudah bukan pada tempatnya memimpin negara ini.
Sejarah memberi peluang Ibu mengatur roda organisasi dan kami-kami petugas partai itu. Tugas Ibu sudah saya jalankan dengan jalan yang tidak mudah bagi saya. Saya petugas yang level pertarungannya di up-grade langsung di arena yang tinggi, yang Ibu sendiri dua kali melaluinya di saat saya hanya mampu menonton di televisi. Saya melihat tangisan ibu yang menurut saya wajar sebagai ekspresi kekecewaan.
Sulit diterima akal, mantan Presiden, Ketua Umum Partai lebih 20 tahun tidak mendapat kepercayaan rakyat memimpin Indonesia. Sekarang saya sudah menjadi Presiden Ibu, dimana saya mengingatkan kembali bahwa saya petugas partai yang mendapat kesempatan mengemban amanah memimpin rakyat pemilih PDIP, pemilih partai lain maupun yang tidak memilih.
Di sini saya meminta pengertian Ibu yang sudah menugaskan saya untuk bekerja buat orang banyak.
Jika Ibu mau mengalah sedikit sambil senyum tentunya, maka jangan kasih batas antara partai dengan saya yang Presiden karena ditugaskan ini. Hari-hari saya seharusnya selalu ditanya apa yang harus disuport oleh partai terhadap perjuangan saya mengurus negara dan mensejahterakan rakyat. Keberhasilan saya nantinya adalah keberhasilan partai, bahu-membahu terhadap kadernya, sekaligus kesuksesan Ibu menempatkan petugas partai yang tepat.
Ibu, perjalanan saya sebagai Presiden baru mendekati enam bulan.
Permintaan saya yang pertama, dalam kesempatan kongres ini adalah agar saya diberi kekuatan dan kewenangan yang mengakhiri kebonekaan saya. Saya tidak bermimpi menjadi ketua partai. Saya hanya ingin diakui sebagai petugas partai yang berhasil menjadi Presiden dan diberi kesempatan oleh sejarah dengan keberhasilan nantinya, yang itu juga sebagai balas jasa pada Ibu dan partai.
Ibu, sekali lagi saya Jokowi bukan walikota Solo, tetapi Jokowi Presiden Republik Indonesia seperti juga jabatan Ibu dulu dan orang tua Ibu proklamator Soekarno.
Saya menyampaikan keluh kesah ini karena saya tahu budi. Karena saya tahu berterima kasih. Tapi ini berulang pada Ibu dan partai.
Tapi saya sekarang Presiden yang harus bekerja meski keluh kesah saya dianggap anak kecil yang mengiba. Saya punya keluarga, saya punya Istri, hari-hari saya bersama istri tercinta. Terkadang saya mengakui pendapat istri saya bahwa kesuksesan revolusi mental adalah keberhasilan meyakinkan Ibu dan partai dan atau berani menanggung konsekuensi terburuk jika aaya sebagai Presiden gagal membuat Ibu dan partai mengerti Presidennya.
Kalau saya lemah, saya tak mungkin berada di hari ini sebagai Presiden berbaju merah. Saya tidak akan menulis surat seperti ini lagi.
Masa depan PDIP dan nama baik Ibu ada di pundak saya, bukan yang lain. Saya akan memilih mendengar aspirasi rakyat ketimbang intrik politik. Kalau saya tak mendengar rakyat, siapa yang akan mendengar Ibu dan partai yang susah payah di bangun.
Saya adalah Ibu, tapi biarkan saya keluar dari robot. Politik itu indah Ibu. Tak mungkin Ibu berposisi di atas saya. Karena saya Presiden, dan Ibu bukan Kim Jong Un.
Surat Imajiner, Bali, 9 April 2015
TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #jokowi #megawati #kongres pdip