JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Ketika Indonesia terserang wabah Corona, akhirnya pemerintah sadar bahwa ada masalah besar di industri kesehatan di dalam negeri. Seperti yang dikatakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Indonesia sangat tergantung dengan produk impor. "Alat kesehatan musti impor, bahan baku musti impor," kata Erick melalui live streaming di akun Instagram miliknya, Kamis (16/4/2020).
Ia menyayangkan Indonesia yang masih sangat bergantung dengan impor. Sebagai negara yang besar seharusnya Indonesia bisa mengurangi impor tersebut. "Kalau kita tidak gotong-royong, tidak bangun bangsa kita dengan diri sendiri, memang bangsa lain peduli? Kita yang harus peduli pada bangsa kita. Jangan semua ujung-ujungnya duit terus, dagang terus, akhirnya kita terjebak short term policy. (Impor alat kesehatan) Didominasi mafia, trader-trader itu, kita harus lawan dan ini Pak Jokowi punya keberpihakan itu," tambahnya.
Apa yang dinyatakan Erick itu kemudian dijelaskan lebih jauh oleh Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga di Jakarta, Jumat (17/4/2020). Dengan adanya ketergantungan dengan impor, pemerintah membentuk sub-holding farmasi agar dapat membendung ancaman terhadap bangsa saat terjadi sesuatu. "Makanya setelah itu Beliau bentuk sub-holding farmasi,” katanya.
Arya menyampaikan sub-holding BUMN farmasi tersebut terdiri dari Bio Farma, Kimia Farma dan Indofarma, dengan Bio Farma sebagai induknya. Tujuannya supaya bisa memberantas mafia-mafia ini dengan membangun industri farmasi sehingga bisa produksi sendiri untuk kebutuhan dalam negeri.
Selama ini pengusaha asing membawa bahan baku alat kesehatan seperti APD dan masker untuk diproduksi di Indonesia. Setelah selesai, barang itu diambil oleh pengusaha itu. "Itu proses yang terjadi selama ini dan kita akhirnya impor juga barang tersebut karena barang itu bukan punya kita, itu milik yang punya bahan. Pabriknya ada, tapi bahan baku dari luar semua, Indonesia hanya tukang jahitnya doang," katanya.
Demikian pula dengan alat bantu pernapasan atau ventilator yang saat ini masih harus impor. Erick pernah mengumpulkan beberapa perusahaan, industri otomotif dan litbang untuk membuat ventilator. “Ternyata dalam tempo sebulan teman-teman perguruan tinggi bisa buat ventilator, walau ventilatornya bukan untuk pasien yang masuk ICU. Tapi dari litbang mampu buat ventilator untuk pasien di ruang ICU yang sudah parah," kata Arya.
Erick menugaskan PT Len Industri (Persero), PT Pindad (Persero), dan PT Dirgantara Indonesia/PTDI (Persero) untuk memproduksi ventilator. "Mudah-mudahan kalau lulus uji klinik maka ventilator ini sudah bisa untuk digunakan dan diproduksi BUMN," ujar Arya.
APD Impor Ternyata Buatan Indonesia
Masih segar dalam ingatan kita, pada Maret lalu, ada kiriman bantuan 10 ribu alat pelindung diri (APD) dari China yang tiba di Jawa Tengah. Apa yang terjadi? Ternyata APD itu buatan Indonesia.
Kenyataannya, ekspor APD memang cukup besar dari Indonesia. Berdasarkan data BPS, ekspor masker Indonesia ke China tercatat US$ 826,14 ribu pada Januari dan US$ 25,60 juta pada Februari 2020. Sedangkan ke Singapura, sebesar US$ 559.416 pada Januari dan US$ 36,28 juta pada Februari 2020. Ekspor masker ke Hong Kong US$ 1,76 juta pada Januari dan US$ 73,90 juta pada Februari 2020. Sebagian barang itu balik lagi ke Indonesia.
Indonesia Tetap Ekspor APD
Meski Indonesia butuh banyak APD, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan ekspor APD akan tetap dilakukan pemerintah khusus untuk negara-negara yang memiliki kontrak kerja dengan Indonesia. Hal ini diungkapkan Sri Mulyani lewat video conference pada Selasa (12/4).
Sri Mulyani mengatakan Indonesia memiliki kewajiban mengekspor APD kepada negara-negara mitra seperti Jepang dan Korea Selatan sesuai dengan perjanjian bilateral yang telah disetujui sebelum merebaknya wabah virus corona. Meski tetap mengekspor, ia menyatakan pemerintah tetap akan menjaga kebutuhan dalam negeri sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. "Indonesia termasuk negara produsen APD terbesar di dunia, kontrak-kontrak dengan negara lain akan coba kita penuhi tanpa mengorbankan kebutuhan APD dalam negeri," kata Sri Mulyani.
Aneh Jika Tetap Ekspor APD
Penjelasan Sri Mulyani diprotes anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay. "Aneh kalau kita mengekspor barang yang bahan bakunya impor. Anehnya karena kita sendiri sedang membutuhkan. Apalagi, BIN memprediksi bahwa puncak dari penyebaran virus ini nanti pada bulan Juli. Mestinya, stock APD dalam negeri dipenuhi terlebih dahulu. Soal rencana ekspor itu, saya kira bisa dipikirkan belakangan," ucap Saleh, Jumat (17/4).
Menurutnya, pernyataan Sri Mulyani bahwa Indonesia akan tetap mengekspor APD ke negara-negara yang memiliki kontrak kerja telah memunculkan kekhawatiran di tengah masyarakat yang kebutuhan APD-nya belum terpenuhi hingga saat ini.
Ia juga mengatakan bahwa kelangkaan APD dalam negeri disebabkan sulitnya mendapatkan bahan baku, karena bahan baku APD yang sesuai standar hanya bisa diperoleh melalui impor. "Karena itu, wajar jika banyak yang meragukan kalau kebutuhan APD itu bisa terpenuhi dalam waktu dekat," kata Saleh.
Berangkat dari itu, Saleh mendesak pemerintah untuk segera memenuhi kebutuhan APD dalam negeri. Ia meminta APD yang didistribusikan ke seluruh rumah sakit harus sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). "APD itu harus dipastikan dapat melindungi para dokter dan seluruh tenaga medis yang bekerja menangani pasien covid-19," ujarnya.