Zoom
Oleh Wiranto pada hari Kamis, 06 Jan 2022 - 17:59:42 WIB
Bagikan Berita ini :

Mengapa Jual Beli Jabatan Merupakan Modus Korupsi yang Populer?

tscom_news_photo_1641466782.jpeg
Rahmat Effendi (Sumber foto : Ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap Walikota Bekasi Rahmat Effendi, pada Rabu (5/1/2022).

KPK mengamankan 12 orang termasuk Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kota Bekasi, dan pihak swasta.

“Informasi yang kami peroleh, tangkap tangan ini terkait dugaan korupsi penerimaan janji atau hadiah pengadaan barang dan jasa, serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (6/1/2022).

Sebelumnya banyak pejabat yang tertangkap karena kasus ini. Pasalnya, jual beli jabatan terbilang modus korupsi yang sederhana.

Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo menyatakan wajar akan banyak yang ketangkap.

"Wajar dan memungkinkan ada OTT tiap hari. Ini yang bikin saya prihatin," ujar Tjahjo, Rabu (5/1/2022).

Kondisi ini sesuai dengan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2021 yang sudah dirilis oleh KPK dan Deputi Bidang Pencegahan Kemenpan-RB beberapa waktu lalu.

Dari survei itu, tercatat potensi penyalahgunaan fasilitas kantor terjadi di 99 persen instansi.

Lalu, korupsi dalam pengadaan barang dan jasa berpotensi terjadi pada 100 persen instansi.

Korupsi dalam promosi/mutasi SDM berpotensi terjadi pada 99 persen instansi.

Kemudian, suap/gratifikasi berpotensi terjadi pada 98 persen instansi serta intervensi berpotensi terjadi di 99 persen instansi.

Tjahjo menambahkan, responden survei tersebut diambil dari 200.000 orang ASN yang menjadi staf di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

Sebelum kasus Walikota Bekasi, ada beberapa kasus jual beli jabatan di KPK yang merupakan hasil OTT.

Kasus jual beli jabatan di Nganjuk, Jawa Timur sudah masuk tuntutan.

Bupati nonaktif Nganjuk Novi Rahman Hidayat dituntut pidana penjara sembilan tahun dan pidana denda Rp 300 juta subsider delapan bulan kurungan.

Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) gabungan dari Kejagung dan Kejari Nganjuk pada sidang kasus dugaan suap mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (23/12/2021).

“Terdakwa Novi Rahman Hidayat dituntut dengan pidana penjara selama sembilan tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan,” ujar Kepala Kejari Nganjuk Nophy Tennophero Suoth, dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (24/12/2021).

Kasus jual beli jabatan juga terjadi di Probolinggo, Jawa Timur. KPK menetapkan total 22 tersangka terkait kasus seleksi jabatan tersebut.

Lima tersangka lainnya, yaitu Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari (PTS), Hasan Aminuddin (HA) yang merupakan suami Puput dan juga pernah menjabat sebagai Bupati Probolinggo.

Tersangka lain adalah Doddy Kurniawan (DK) selaku ASN/Camat Krejengan, dan Muhammad Ridwan (MR) selaku ASN/Camat Paiton.

Keempatnya merupakan penerima suap. Sedangkan satu tersangka lainnya sebagai pemberi suap, yaitu Sumarto (SO) selaku ASN Pemkab Probolinggo.

Kasus ini telah siap untuk disidangkan di pengadilan. ****

tag: #kpk  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Zoom Lainnya
Zoom

Anies dan Ridwan Kamil Akan Digugat Apindo, Ini Alasannya

Oleh Wiranto
pada hari Selasa, 04 Jan 2022
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kini sedang berhadap-hadapan dengan pengusaha. Anies vs pengusaha ini terkait dengan keputusan Anies yang mengubah kenaikan UMP dari ...
Zoom

Polisi Banting Mahasiswa, Minta Maaf Belum Cukup, Tetap Diproses

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Sebuah video viral menampilkan mahasiswa menggelar demonstrasi di tengah HUT ke-389 Kabupaten Tangerang. Mahasiswa menuntut dipertegas lagi Perbup tentang pembatasan jam ...