Zoom
Oleh Alfin Pulungan pada hari Kamis, 04 Jun 2020 - 21:03:08 WIB
Bagikan Berita ini :

Memaksa Pilkada Serentak Meski Anggaran Cekak

tscom_news_photo_1591279099.jpg
Ilustrasi anggaran Pilkada minim di tengah pandemi (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat berusaha optimis menggelar Pilkada Serentak tahun ini. Sikap setuju juga ditunjukkan lembaga penyelenggara pemilu meski anggaran mereka cekak tersebab adanya kebutuhan tambahan berupa sarana dan prasarana kesehatan.

Tambahan anggaran yang diusulkan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu untuk tetap meneruskan tahapan Pilkada 2020 sesuai protokol kesehatan COVID-19 berkisar 2,8 triliun hingga 5,9 triliun. Angka ini belum lagi final karena akan menyesuaikan tingkat pengetatan penerapan protokol tersebut.

Pembengkakan anggaran Pilkada ini disebut sebagai rasionalisasi anggaran. Merasionalisasi anggaran Pilkada di tengah pandemi setidaknya telah diketok oleh DPR, Kementerian Dalam Negeri, dan Penyelenggara Pemilu pada Rabu, 3 Juni 2020 kemarin dalam rapat gabungan.

Rasionalisasi tak semata-mata dibebankan kepada pemerintah pusat melalui APBN. Konsekuensi dari "pemaksan" Pilkada ini meniscayakan beban anggaran juga dipikul oleh pemerintah daerah agar membagi APBD-nya untuk penyelenggaraan Pilkada.

Hal itu yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPRArwani Thomafi. Politikus Partai Persatuan Pembangunan ini mengatakan pihaknya bersama dua lembaga negara tersebut akan melihat terlebih dahulu kemampuan APBD dalam melakukan penambahan anggaran Pilkada.

Usulan ini, kata Arwani, datang dari pemerintah mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menekankan anggaran penyelenggaraan bersumber APBD.

Meski begitu, ia bertutur sebagian anggota komisinya berpendapat rasionalisasi anggaran sepenuhnya harus dibiayai APBN. Sebab, dasar hukum penyelenggaraan pilkada pada Desember 2020 yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU.

"Tapi akhirnya titik temunya adalah daerah-daerah yang memang mampu tetap gunakan APBD tapi kalau yang tidak mampu ya enggak boleh dipaksalah (menggunakan APBN)," ujarnya.


TEROPONG JUGA:

> Ini Empat Resiko Pilkada Digelar 9 Desember 2020

> PAN Kritik Draft RUU Pemilu tentang Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah


Keluhan mengenai anggaran yang cekak untuk menyerentakkan Pilkada ini juga dilontarkan Ketua KPU Arief Budiman. Arief mengaku pihaknya di jajaran daerah membutuhkan suntikan dana dalam pelaksanaan tahapan Pilkada karena keadaan pandemi berakibat pada bertambahnya sejumlah kebutuhan.

Menurutnya, kebutuhan tambahan itu adalah sejumlah sarana dan prasarana kesehatan maupun pemilihan.

"Penambahan bilik suara termasuk memperluas TPS menjadi 10x11 atau 8x13 dari semula 8x10, konsekuensinya akan terjadi penambahan anggaran logistik," katanya.

Keluhan makin bertambah tatkala Arief mengatakan bahwa hampir semua KPU provinsi mengalami kesulitan untuk meminta penambahan anggaran kepada pemerintah daerah. Adapun penambahan anggaran yang lembaganya perlukan adalah sebesar Rp535,9 miliar. Duit ini nantinya digunakan untuk menyediakan masker, baju pelindung, tong air cuci tangan dan sabun, hand sanitizer, tissue, cairan disinfektan yang akan dibagikan di TPS dan panitia pendaftaran pemilih (pantarlih).

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak KPU memutuskan kembali untuk menunda Pilkada 2020 dengan persetujuan DPR dan Pemerintah. Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan kondisi pandemi yang belum juga mereda, serta persiapan kelanjutan pilkada ditengah pandemi yang masih jauh dari matang, hanya akan menimbulkan masalah besar di kemudian hari.

Pasalnya, salah satu kesepakatan dalam rapat tersebut adalah harus mengkonsultasikan kembali anggaran tambahan untuk pengadaan alat kesehatan bagi penyelenggara pemilu masih dengan Menteri Keuangan.

Menurut kesimpulan Perludem, kondisi ini mengherankan. Jika melacak keyakinan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu untuk segera memulai kembali tahapan Pilkada serentak pada 15 Juni mendatang, ternyata berbanding terbalik dengan realitas yang dihadapi ketiga lembaga pemangku kepemiluan tersebut.

Fadli mencontohkan, bagaimana mungkin anggaran pengadaan alat protokol kesehatan dan biaya tambahan untuk penyelenggaraan pilkada sebagai konsekuensi dari penambahan TPS masih belum dapat dipastikan, sementara tahapannya akan dimulai pada 15 Juni 2020. Padahal jika dihitung mundur dari hari ini, Pilkada akan dimulai dalam 11 hari kedepan.

"Pertanyaan penting lagi, apakah cukup waktu untuk mengadakan alat protokol kesehatan dan pelindung diri dalam jumlah banyak dalam waktu 11 hari, sementara tahapan Pilkada tidak mungkin dilaksanakan tanpa alat pelindung diri bagi penyelenggara pemilu? katanya dalam keterangan tertulis kepada TeropongSenayan, Kamis, 4 Juni 2020.

Hal lain yang perlu dijelaskan oleh pemerintah maupun DPR adalah mengenai usulan yang disampaikan oleh Komisi II DPR, bahwa alat pelindung diri bagi penyelenggara pemilu langsung diberikan dalam bentuk barang. Tujuannya adalah agar Penyelenggara Pemilu tidak perlu repot lagi memikirkan mekanisme tahapan pengadaan barang.

Keadaan ini menurut Fadli memunculkan pertanyaan lagi pertanyaan lagi, "apakah sudah tersedia alat pelindung diri dalam bentuk barang langsung yang akan diserahkan ke penyelenggara tersebut?"

Pertanyaan-pertanyaan ini yang penting untuk dijawab secara komprehensif oleh DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu. Jawaban atas pertanyaan tersebut juga nanti yang akan mengonfirmasi, bahwa persiapan melanjutkan tahapan Pilkada 2020 tidak bisa hanya bermodalkan semangat, tekad, dan keyakinan saja," tandasnya.

tag: #pilkada-2020  #kpu  #anggaran-kesehatan  #komisi-ii  #kementerian-dalam-negeri  #perludem  #pemilu  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Zoom Lainnya
Zoom

Mengapa Jual Beli Jabatan Merupakan Modus Korupsi yang Populer?

Oleh Wiranto
pada hari Kamis, 06 Jan 2022
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap Walikota Bekasi Rahmat Effendi, pada Rabu (5/1/2022). KPK mengamankan 12 orang termasuk Wali Kota Bekasi Rahmat ...
Zoom

Anies dan Ridwan Kamil Akan Digugat Apindo, Ini Alasannya

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kini sedang berhadap-hadapan dengan pengusaha. Anies vs pengusaha ini terkait dengan keputusan Anies yang mengubah kenaikan UMP dari ...