Mudahnya memperoleh gelar kesarjanaan dan gelar profesor sebagai bukti rentannya instutusi pendidikan tertentu dikendalikan oleh pemilik uang. Hal itu terjadi karena institusi pendidikan sudah berubah dari idealisme keilmuan untuk tujuan akademik dan keberadaban manusia menjadi usaha profit bagi pengelola pendidikan, termasuk pemodal. Pendidikan tak ubahnya seperti perusahaan industri.
Sebagai usaha industri, pendidikan semacam ini sudah berlandaskan pada hukum ekonomi yaitu, pengeluaran yang sekecil-kecilnya dalam pengelolaan pendidikan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi para pemilik dan pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan.
Oleh karena itu, tidak heran jika bermunculan insitusi pendidikan yang berorientasi pada kesejahteraan materi bagi pemilik dan pengelolanya. Sementara pekerja dan termasuk dosen menjadi termajinalisasi dari sudut kesejahteraan.
Menjadi tidak mengherankan jika ada perguruan tinggi di Indonesia yang diduga memberi ijazah palsu, sebagaimana disinyalir oleh Menristekdikti.
Penerbitan ijazah palsu termasuk kejahatan luar biasa yang merusak tatanan profesi yng terkait dengan bidang keilmuan yang tertera pada ijazah tersebut. Karena itu, siapapun yang terlibat baik pembuat dan pemilik yang dengan sengaja memalsukan ijazah harus mendapat sanksi pidana yang berat. Sebab, pembuatan ijazah palsu sebagai kejahatan pendidikan.
Selain itu, orang yang dengan sadar mngunakan ijazah palsu harus dipecat dari pekerjaanya dan mengembalikan gaji atau pendapatan yang diperoleh selama ini karena penggunaan ijazah palsu.
Demikan juga halnya dengan gelar profesor. Latahnya seseorang untuk memperoleh gelar profesor sehingga tidak mengindahkan kewajiban yg melekat pada gelar profesor.
Sebab, tugas utama bagi seorang profesor yaitu mengajar, membimbing, peneliti, menulis artikel ilmiah dan pengabdian pada masyarakat. Sebab, profesor sebagai jabatan fungsional tertinggi bidang akademik harus dilakukan secara total, tidak bisa dilakukan sebagai kegiatan sampingan.
Sangat menghherankan jika ada seorang menteri, misalnya, mau menerima gelar profesor sementara ia sudah dipastikan tidak dapat melakukan tugas sebagai profesor.
Dengan demikian, ia harus meninggalkan jabatan publik negara atau pemerintahan seperti jabatan menteri.
Atau ketika memegang jabatan publik, untuk sementara waktu gelar kepangkatan akademik profesor ditarik oleh pemerintah dengan SK Menristekdikti selama memegang jabatan publik. (*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #Ijasah Palsu #Komisi III #DPR