JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dipercaya akan mempermudah perizinan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Tapi masih banyak pekerjaan rumah agar kemudahan tersebut bisa terlaksana dengan baik.
Ekonom Universitas Riau Edyanus Herman Halim percaya UU Cipta Kerja memberi kesempatan UMKM untuk mendirikan dan mengembangkan usaha. Dia mengatakan, seseorang tidak dipersulit mengurus perizinan ketika mau terjun ke UMKM. Kemudahan terjun di UMKM ini yang ujungnya bisa menciptakan lapangan kerja luas. "Kan, UMKM tidak butuh izin lagi dalam UU itu. UMKM silakan usaha. Sepanjang itu tidak menimbulkan persoalan di masyarakat," kata Herman kepada awak media, Minggu (18/10).
Dia mengatakan, praktik sebelum berlakunya UU Ciptaker, seseorang yang berniat terjun ke UMKM perlu mengurus berbagai perizinan. Misalnya Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Usaha Industri (IUI), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan izin lingkungan. "Selama ini kalau anda tidak punya SITU, surat ini surat itu, anda tidak punya izin lingkungan, anda tidak punya izin usaha, dan banyak kali, gara-gara itu, banyak orang tidak mau usaha," tutur dia.
"Sekarang diberikan kesempatan, bukalah usaha seluas-luasnya. Supaya ada tenaga kerja yang diserap. Cuma pemerintah akan mengawasi, agar UMKM tidak mengganggu ketertiban umum, masyarakat. Kalau ada yang melanggar, itu sebaiknya dibina," beber dia.
Pangkas Izin
Dosen Universitas Pasca Sarjana Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing juga meyakini dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja akan memberi kemudahan terhadap sektor Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM)."Jadi UU ini sangat bagus untuk memberikan kesempatan terhadap UMKM dan menyerap tenaga kerja," kata Emrus.
Emrus menyebut UU Cipta Kerja merupakan strategi politik hukum pemerintah dan DPR untuk menarik investasi dan membantu meningkatkan perekonomian rakyat. Perizinan itu akan memudahkan dan memberi kepastian dan juga mempercepat proses perizinan dengan melakukan pendaftaran melalui OSS (Online Single Submission) bagi para pelaku UMKM.
Selain itu kata Emrus, dengan UU Cipta Kerja, Pemerintah juga akan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha yang ingin mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) bagi produk usahanya. Selain itu, pelaku usaha yang ingin mendirikan perusahaan terbuka (PT) perseorangan juga diberikan kemudahan dengan persyaratan yang mudah dan juga biaya yang murah. "Ini memangkas birokrasi dan membangun perekonomian Indonesia," kata Emrus.
Ia juga mengingatkan Presiden Jokowi dapat menargetkan ke bawahannya terkait memberikan insentif berupa kemudahan usaha bagi industri kecil, menengah, yang ingin bermitra dengan usaha besar. Sehingga target terpenuhi. "Seperti meminta Kementerian Koperasi dan UKM untuk memberikan modal dan pendampingan, serta Kementerian Tenaga Kerja untuk meningkatkan skill. Jadi terukur," kata Emrus.
Emrus meyakini UU Cipta Kerja akan sangat menguntungkan pelaku UMKM. Pengembangan usaha diberikan panggung yang lebih besar sehingga perekonomian Indonesia ke depan akan lebih baik. "Saya yakin Indonesia akan menjadi raksasa ekonomi dunia. Apalagi Indonesia mempunyai kekayaan yang berlimpah," ujar Emrus.
Perlu Dicermati
Namun demikian, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti beberapa poin pada UU Cipta Kerja. Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengatakan secara umum UU Cipta Kerja (Ciptaker) sudah baik, namun kriteria usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), yang rumit dibanding sebelumnya, dapat menyebabkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja kehilangan esensi.
Sutrisno menuturkan kriteria UMKM pada UU sebelumnya yaitu UU No 2008 tentang UMKM cukup sederhana yaitu hanya dinilai dari aset dan omzet. “Poin yang sangat krusial yang perlu dikritisi yaitu tentang kriteria usaha mikro, kecil dan menengah,” ujar Sutrisno Iwantono.
Saat ini dalam Omnibus Law, kriteria UMKM menjadi sangat banyak yaitu modal usaha, omzet, indikator kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau nilai investasi, insentif dan disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan, kandungan lokal, atau jumlah tenaga kerja.
Walaupun elemen kriteria jauh lebih banyak sifat pilihan, yaitu “dapat”, tetapi begitu banyak menjadi sembilan kriteria, dirinya menuturkan. “Hal ini tentu kontradiksi dengan semangat Omnibus Law yang ingin menyederhanakan perizinan,” tuturnya.
Dia juga mengatakan dirinya sudah mengkaji kriteria usaha kecil dan menengah di berbagai negara, dan tidak menemukan kriteria sampai 9 elemen, rata-rata hanya 3 kriteria, dan yang umum adalah aset, omzet, dan jumlah tenaga kerja.
Jadi, penambahan kriteria pada Omnibus Law yang semakin rumit ini sekali lagi kontra produktif dengan semangat dan esensi UU Cipta Kerja. Jika UMKM terhambat karena soal ini, maka UU Ciptaker kehilangan rohnya, dirinya mengatakan.
Menteri
UU Cipta Kerja harus diikuti dengan Peraturan Pemerintah. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) cluster Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ditargetkan selesai pada bulan November 2020.
Nantinya pemerintah akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk ikut menyusun RPP ini. Mulai dari pelaku UMKM, pengamat, inkubator bisnis baik kampus maupun swasta serta asosiasi koperasi dan UMKM. “Kami harapkan seluruh pemangku kepentingan punya kontribusi terhadap rancangan peraturan pemerintah pelaksana dari Undang Undang Cipta Kerja,” ucap Teten peka lalu.
Dari UU Cipta Kerja yang ada akan ada 10 substansi yang akan didelegasikan untuk disusun lebih teknis dalam RPP. Substansi yang akan diatur dalam RPP yaitu: Kegiatan usaha dan koperasi; Kegiatan koperasi berdasarkan prinsip syariah ; kriteria UMKM; persyaratan dan tata cara perizinan berusaha; basis data tunggal; pengelolaan terpadu UKM ; perizinan tunggal; Kemudahan dan penyederhanaan proses pendaftaran dan pembiayaan hak kekayaan intelektual, kemudahan impor bahan baku dan bahan penolong industri yang tidak bisa dipenuhi dari dalam negeri. Terakhir yaitu penyediaan tempat promosi dan pengembangan UMKM pada infrastruktur dan besaran alokasinya. “Rencananya memang hanya akan ada satu PP yang mengatur keseluruhan. Selama ini dalam penyusunan klaster UMKM dan koperasi kami sudah melibatkan banyak pihak,” ucapnya. ***