JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Ada informasi bahwa vaksin Covid-19 bisa menyebabkan kemandulan. Alasannya vaksin mengandung protein lonjakan atau disebut syncytin-1, yang terkait dengan fungsi plasenta (organ yang berkembang selama kehamilan untuk memberikan oksigen dan nutrisi kepada bayi).
Tapi informasi ini dokter spesialis kandungan Amerika di The Ohio State University Wexner Medical Center, Michael Cackovic seperti dikutip dari Shape. Dia menegaskan, tidak ada alasan untuk percaya kalau memblokir syncytin-1 menyebabkan kemandulan dan hal senada diungkapkan pakar penyakit menular di Johns Hopkins Center for Health Security, Amesh A. Adalja.
Intinya, tidak ada bukti yang mendukung anggapan vaksin COVID-19 berdampak pada kesuburan. Para ahli kesehatan dari American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) setuju mengenai hal ini.
ACOG merekomendasikan vaksinasi bagi individu yang berusaha untuk hamil atau sedang mempertimbangkan untuk hamil dan memenuhi kriteria untuk vaksinasi.
Tidak perlu menunda kehamilan setelah menyelesaikan kedua dosis vaksin COVID-19.
Lebih lanjut, beberapa wanita yang berpartisipasi dalam uji klinis untuk dua vaksin (Pfizer dan Moderna) hamil selama percobaan, dan tidak ada bukti ada masalah kesuburan terjadi pada mereka.
Selama uji coba vaksin Moderna, 13 peserta hamil, dan selama uji coba vaksin Pfizer, terjadi 23 kehamilan. Sementara satu dari kelompok Pfizer mengalami keguguran, dan orang tersebut menerima plasebo - bukan vaksin.
Dokter spesialis penyakit menular di Vanderbilt University School of Medicine, William Schaffner mendesak wanita yang ingin hamil untuk mempertimbangkan risiko tidak mendapatkan vaksinasi, yang mencakup potensi penyakit parah dan persalinan prematur jika mereka hamil.
Jika Anda masih khawatir tentang bagaimana vaksin COVID dapat mempengaruhi kesuburan di masa depan, Schaffner merekomendasikan Anda untuk berbicara dengan dokter agar mendapatkan kepastian langsung dari penyedia medis, bukannya internet.
Dia menambahkan, vaksin COVID-19 baik itu dari Pfizer maupun Moderna menggunakan bahan genetik yang disebut mRNA yang memicu respons imun dalam tubuh, dan sebagai hasilnya Anda mengembangkan antibodi terhadap virus. Tubuh Anda kemudian menghilangkan protein, bersama dengan mRNA, tetapi antibodi tetap ada.