Berita
Oleh Bachtiar pada hari Kamis, 17 Jun 2021 - 13:09:08 WIB
Bagikan Berita ini :

Dianggap Kurang Serius Sukseskan Program Swasembada, DPD APTRI Desak Pemerintah Cabut Izin 2 Pabrik Gula di Jatim

tscom_news_photo_1623910148.jpg
Gula (ilustrasi) (Sumber foto : Istimewa)


JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Timur, Sunardi Edy Sukamto mendesak pemerintah pusat untuk mengevaluasi keberadaan dua pabrik gula yang ada di Jatim.

Edy begitu ia disapa mengungkapkan, keberadaan dua pabrik gula tersebut padahal diharapkan dapat membantu Pemerintah dalam hal program swasembada gula.

"Dengan berdirinya 2 pabrik gula baru di Jawa Timur ijinnya Gula Kristal Putih (GKP) berbasis tebu (wajib memiliki tanaman tebu sendiri) namun faktanya selama hampir 5 tahun terakhir ternyata tidak menepati janji untuk menyiapkan kebun dan tanamannya sendiri, justru keberadaannya hanya memindah giling tebu yang sudah ada dan bermitra dengan Pabrik Gula sebelumnya dan di gunakan sebagai kedok untuk mendapatkan Comissioning Import Raw sugar," ungkap Edy dalam keterangan tertulis, Kamis (17/06/2021).

Padahal, lanjut dia, Pemerintah Provinsi Jawa Timur berharap dengan adanya pabrik gula baru bisa berswasembada gula.

"Namun faktanya tidak menambah jumlah luas tanam dan hablur gula malah mematikan Pabrik gula yang sudah ada," beber Edy.

Edy juga berharap agar DPRD dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur melakukan evaluasi secara komprehensif terkait keberadaan 2 Pabrik gula baru di Jatim.

"Sebaiknya dievaluasi perijinan dan operasionalnya bahkan kalau perlu di cabut, karena sampai dengan saat ini tidak menanam tebu untuk kebutuhan pabriknya akan tetapi mengambil tebu dari para petani yang sudah bermitra dengan Pabrik-Pabrik gula yang sudah ada sebelumnya dengan klaim mitra dan membeli tebu dengan harga mahal tidak sesuai fakta dilapangan dengan menyiapkan emplacement untuk antrean truk muatan tebu sebagai data visual klaim tebu sendiri supaya mendapatkan ijin import Raw sugar baik commissioning ataupun penugasan," ungkapnya.

"Kami menegaskan kepada pemerintah jika serius ingin swasembada gula baik industri maupun konsumsi, maka 2 Pabrik gula Rafinasi tersebut harus segera dievaluasi perijinan dan keberadaannya dengan mewajibkan untuk memenuhi bahan baku produkÅŸinya dari tebu tanamannya sendiri," tegasnya.

Edy juga menegaskan, pihaknya tidak akan mempersoalkan 2 pabrik gula baru asalkan sesuai dengan ijin usahanya dan syaratnya dipenuhi.

"Kalau syarat tidak di penuhi dan bikin gaduh mengambil tebu dari daerah-daerah sekitar yang sudah ada pabriknya, kan menipu dan melenceng. Hak kami meminta pada pemprov dan DPRD bahkan pusat untuk evaluasi dan bahkan bila perlu ijinnya di cabut," tandasnya.

Edy juga menyesalkan adanya suara-suara sumbang yang dilontarkan sejumlah anggota DPRD Jatim terhadap asosiasinya yang menuding adanya bantuan dana dari pihak tertentu yang diberikan kepada asosiasinya.

"Saya kira sangkaan DPRD Jatim itu tak masuk akal dan tak memiliki dasar apalagi bukti yang kuat. Suara keresahan kita bukanlah pesanan pihak manapun apalagi kita APTRI dianggap dapat anggaran. Saya kira itu mengada-ngada," tandasnya.

"Justru kami ini heran ada kegaduhan dan ketimpangan mengapa mereka (DPRD Jatim) diam dan ada apa juga di biarkan, bahkan minta ijin raw sugar untuk gula rafinasi dan justru malah siap mengawal dan mengatakan Permemperin no 3 2021 berbahaya untuk pengusaha dan industri mamin di Jatim," ungkapnya.

Yang jelas, kata dia, sikap asosiasinya terhadap keberadaan Permenperin 03/2021 sebagai wujud bahwa aturan tersebut memang relevan untuk kemudian diterapkan ditengah industri gula tanah air khususnya di Jatim yang memang perlu dibenahi.

"Apa yang kita upayakan adalah meluruskan maksud dan tujuan Permenperin no 3/2021 adalah instrument pemerintah untuk mengatur dan memenuhi kebutuhan gula nasional baik Rafinasi dan konsumsi sesuai peruntukannya," tegasnya.

Sekali lagi perlu diluruskan, kata dia, tudingan APTRI dapat anggaran dari pihak tertentu tentunya tidak logis.

"Siapa yang akan ngasih. Apa alasan logis mereka ngasih BUMN maupun RNI, yang perlu di curigai adalah ada apa DPRD mati-matian bela KTM dan RMI itu swasta," sindirnya.

"Sementara pabrik yang ada milik BUMN dengan banyaknya stakeholder terlibat dan masyarakat yang bekerja di dalamnya malah nasibnya di abaikan dan kita berjuang dari dulu untuk petani. Mana ada DPRD membela petani sampai ke istana yang ada menonton," sambungnya.

Edy memandang bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar karena pada posisi dan versinya masing-masing.

"Namun kami adalah petani dan pabrik, ibaratnya seperti ikan dan air yang perlu perlindungan untuk mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan nasional, saling membutuhkan bukan untuk tipu menipu. Wakil rakyat tempat kita mengadu namun bukan hak kami memaksa mereka untuk membela kami, saat menjabat mungkin mereka tidak butuh dengan rakyat," pungkasnya.

tag: #gula-pasir  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement