JAKARTA(TEROPONGSENAYAN)-Tradisi menjelang kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Presiden RI atas nama Negara dan seluruh Rakyat memberikan anugrah Bintang Jasa kepada warga negara yang dinilai memiliki pengabdian tinggi kepada Bangsa dan Negara, dan tentunya penganugerahan tersebut telah melewati seleksi yang ketat dan cermat agar dikemudian hari tidak terjadi hal yang mencederai makna dari Penghargaan Negara tersebut
Tak jarang pemberian Bintang jasa tersebut memunculkan pertanyaan dan pro-kontra dari sejumlah kalangan. Seperti yang terjadi pada penerima Bintang Jasa Utama dari Presiden RI Ir. Joko Widodo kepada , Wakil Presiden Komisaris PT. Adaro Energy Tbk, Theodore Permadi Rachmat, atas Keputusan Presiden (Keppres) 72/2019, Keppres 73/2019, dan Keppres 74/2019. Penganugerahan ini diberikan sekaligus dalam rangka memperingati HUT ke-74 RI tahun 2019.
Theodore Permadi Rachmat (Teddy Rachmat), Komisaris PT. Adaro penerima Bintang Jasa dari Presiden RI tersebut menjadi sorotan warga Desa Kasiau, Kecamatan Murung Pudak, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Pasalnya, bagaimana mungkin seseorang menerima Bintang Jasa dari negara namun masih memiliki persoalan yang menyangkut nasib warga.
Izum bin Zuhani yang tergabung dalam Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) melalui perwakilannya (15/8/2021) sampaikan bahwa PT. Adaro Energy Tbk belum memberikan ganti rugi lahan milik warga yang telah digunakan untuk kepentingan usahanya.
Seperti yang dilansir media mainstream JPNN.com : https://m.jpnn.com/news/adaro-dituding-caplok-tanah-warga
Pihak Izun jelaskan ada sedikitnya ratusan hektar lahan perkebunan sawit warga di Desa Kasiau, Kecamatan Murung Pudak, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, dibabat habis oleh PT Adaro. Lahan milik Izum bin Juhani seluas 24 hektar dalam areal yang dikupas PT Adaro untuk ditambang tersebut. Lahan tersebut, kata Izum, merupakan perkebunan karet dan sebagian lagi berupa tanaman sawit yang ditanam sejak tahun 2007 lalu.
Raksasa tambang batubara di Kalimantan Selatan, PT Adaro Indonesia dituding telah melakukan aktivitas pertambangan di lahan milik warga. Ironisnya, lawah warga tersebut belum dibebaskan. Meski begitu, berbagai peralatan milik perusahaan tersebut telah melakukan aktivitas pembukaan lahan untuk memperluas areal pertambangan dengan mengupas tanah untuk menambang batubara.
“Lahan milik kami belum pernah dibebaskan oleh PT Adaro. Namun, mesin-mesin mereka dengan leluasa menghacurkan perkebunan kami,” kata Izum.
Izum menegaskan dirinya sudah pernah melakukan komplain dan bertemu dengan PT Adaro dengan dimediasi Bapedalda Tabalong pada 18 Nopember 2009 lalu untuk membicarakan tahan miliknya yang dicaplok PT Adaro Indonesia. Meski begitu, Izum mengaku belum juga mendapatkan kompensasi atas ganti rugi lahan miliknya yang digarap oleh PT Adaro Indonesia.
Ditambahkan Izum, secara umum ganti rugi yang seharusnya dibayarkan PT Adaro Indonesia kepada warga pemilik lahan berkisar Rp85 juta per hektare. Dengan asumsi itu, Izum mengklaim bahwa dirinya harusnya mendapatkan ganti rugi sekitar Rp 2 miliar.
Bagi Adaro ini hal yang kecil, namun bagi kami rakyat biasa ini merupakan jumlah yang sangat besar. Kami memiliki surat-surat yang lengkap, namun oleh PT Adaro dimanipulasi seolah-olah sudah ada penggantian atas pembebasan lahan tersebut,” tambahnya.
Sementara itu, saat itu pihak PT Adaro Indonesia belum bisa dikonfirmasi terkait tudingan pencaplokan lahan milik warga ini. Wartawan JPNN yang mencoba menghubugi kantor PT Adaro melalui Corporate Secretary inquiries tidak mendapatkan jawaban yang pasti. Petugas Humas yang diminta konfirmasi dinyatakan keluar dan tidak bisa memberikan keterangan apapun.
Sekadar informasi, kawasan pertambangan milik PT Adaro Indonesia di Tabalong, Kalsel ini memang rawan bersinggungan dengan masyarakat setempat. Pekan lalu, sejumlah warga adat dayak asal tiga desa, yaitu Desa Upau Kecamatan Upau, Desa Pasar Panas Kecamatan Murung Pudak dan Desa Bajut Kecamatan Tanta menggelar aksi unjuk rasa lantaran PT Adaro dianggap telah menggarap lahan adat mereka.
Ratusan warga menggelar aksi blokir jalan masuk PT Adaro selama dua hari berturut-turut sehingga membuat para pekerja kesulitan masuk ke areal tambang.