JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Dalam kasusnya dengan Bank Mayapada, pengusaha Ted Sioeng telah digugat pailit atas tuduhan kredit macet. Tapi bersamaan dengan itu, yang bersangkutan juga dilaporkan secara pidana atas tuduhan penipuan dan penggelapan. Ted Sioeng mengaku heran atas proses hukum yang tengah dijalaninya tersebut. Pihaknya menilai, apa yang terjadi merupakan upaya rekayasa dan kriminalisasi.
Ada sejumlah kejanggalan dalam perkara tersebut, mulai dari tidak adanya bukti dan saksi yang menyaksikan secara langsung Ted Sioeng menandatangani dan menyerahkan formulir pinjaman, hingga rekayasa akta surat hutang yang seolah merupakan kelanjutan dari pengajuan permohonan kredit dari Bank Mayapada.
Atas kejanggalan-kejanggalan tersebut, sejumlah ahli perbankan mempertanyakan SOP yang dijalankan Bank Mayapada. Apalagi pinjaman tersebut dalam jumlah yang besar.
"Yang saya heran adalah ketika dia dapat meminjam dalam jumlah yang besar, kemudian ada sangkut paut dan sebagainya, apakah memang sudah dilakukan proses dengan tepat dan sesuai dengan kaidah memang dijalan oleh sebuah perbankan untuk memberikan sebuah kredit pembiayaan?" kata Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (4/3).
Dirinya menjelaskan, seharusnya pemberian pembiayaan dari perbankan dilakukan dengan syarat ketat dan berlapis. Semisal, harus ada collateral, karakteristik capital dan beberapa penilaian lainnya berdasarkan proses pengecekan.
"Perbankan harus bisa memenuhi unsur-unsur ketika mereka ingin pembiayaan bagi sebuah entitas bisnis, apalagi dalam jumlah yang cukup besar. Harus cek terlebih dahulu bagaimana collateral-nya, apakah benar kepemilikannya atas nama yang bersangkutan atau atas nama orang lain izin usahanya, harusnya sudah cek diawal," jelasnya.
Penegasan yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah Rejalam. Bahkan dirinya menduga adanya penyalahan operasional dalam proses pemberian pinjaman tersebut.
Dirinya menegaskan, bank adalah Lembaga yang regulated dan diatur, karena dalam proses penyaluran kredit harus dilakukan sesuai dengan SOP. Jika ada penyalahgunaan, artinya pelanggaran.
"SOP-nya kan ketat. Kalau ada yang menyimpang dari SOP, sangat memungkinkan pelanggaran atau penipuan diluar prosedur bank. Kalau ada pegawai bank menyalurkan kredit tanpa SOP, berarti dia melanggar kebijakan bank," katanya.
Bahkan lebih lanjut dirinya juga mempertanyakan adanya peminjaman yang hanya didasarkan pada klausul personal guarantee (PG).
"Walau kenal pemilik juga tidak boleh meminjamkan seperti itu. Pemilik tidak boleh intevensi ada aturan memnatasi pemilik tidak boleh seenaknya. duit bukan pemilik bank duit milik masyarakat," kata Piter.
Tidak Ada Bukti Unsur Pidana
Sebelumnya, ahli perdata/perbankan dari UGM, Nindyo Pramono, saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli di persidangan perkara dugaan penipuan dan penggelapan dana Bank Mayapada, menegaskan bahwa terdakwa Ted Sieong tidak bisa dipidana.
Hal tersebut didasarkan pada putusan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Sebab, kepailitan masuk dalam asas hukum peraturan khusus yang menggantikan peraturan umum atau disebut lex specialis.
"Kalau sudah perkara kepailitan dan debitur dijatuhkan dalam keadaan pailit, maka perkara-perkara di luar kepailitan menjadi gugur, termasuk perkara yang berkaitan dengan peradilan yang sedang berlangsung menjadi gugur. Karena kepailitan adalah lex specialis," tegas Nindyo.
Bahkan, dirinya menandaskan, para prinsipnya bank sebagai kreditur adalah memberikan kredit kepada debitur, dan kewajiban dari debitur adalah membayarkan kredit tersebut. Karenanya, menjadi tidak relevan ketika debitur juga dikenakan sanksi pidana.
Kuasa hukum Ted Sioeng, Julianto Asis menilai, keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat membuktikan unsur-unsur dakwaan terhadap Ted Sioeng. Karena itu, Julianto, optimistis kliennya bakal dinyatakan tidak bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Julianto mengatakan, laporan hanya berdasarkan bukti form permohonan kredit dan sudah dibantah oleh terdakwa. Bahkan, lanjut Julianto, menurut hakim pemberian kredit berdasarkan PG atau personal guarantee tanpa ada jaminan aset yang diikat dengan Hak Tanggungan, berisiko.
"Terdakwa tidak bersalah karena kalaupun hubungan hukum antara Bank dengan terdakwa berdasarkan Perjanjian Pengakuan Hutang, sebagaimana disampaikan dalam keterangan saksi, seharusnya masalah keperdataan tidak bisa dibawa ke ranah pidana," tandas dia.
Julianto juga mengatakan, JPU menafikan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang telah mempailitkan kliennya, sehingga tidak seharusnya menuntut hukuman pidana kepada kliennya.
"Ahli juga sudah menjelaskan bahwa perkara pailit itu sudah gugatan PKPU dan pailit sudah putus dan inkrah. Bersadarkan Pasal 29 itu sudah dikatakan tidak ada lagi tuntutan setelah dilakukan gugatan PKPU. Itu sudah jelas
Julianto menilai, JPU mengesampingkan fakta bahwa Ted Sioeng telah membayar uang kepada Mayapada Rp70 miliar dari total Rp203 miliar yang dituduhkan digelapkan oleh kliennya. Tak hanya itu saja, tuntutan JPU menunjukan bila penuntut umum mengesampingkan rasa kemanusiaan dalam menyusun tuntutan itu. Sebab, saat ini, kliennya sudah berusia 80 tahun dan sakit.
"Untuk membuktikan beberapa keterangan, terdakwa telah menyanggupi pembayaran utangnya, terus membayar Rp70 miliar," ungkapnya.
Salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) menegaskan sudah membuktikan seadil-adilnya dalam perkara ini. Dia menyerahkan sepenuhnya putusan kepada hakim.
"Kami sudah membuktikan seadil-adilnya dan sesuai saksi dan keadilan materil sesuai KUHAP. Mengenai putusan itu adalah putusan terbaik dari majelis hakim," singkat Jaksa Penuntut Umum seusai sidang.
Rencananya, sidang bakal dilanjutkan kembali pada Rabu, 5 Maret 2025 dengan agenda vonis.
Diketahui, Mayapada selain mempidanakan Ted Sieoeng, juga telah menggugat pailit Sioengs Group. Dia dikenakan pidana dugaan penipuan dan penggelapan. Sedang dalam keterbukaan informasi, MAYA menyebut Sioengs memiliki kredit macet Rp1,55 triliun di bank tersebut. Di gugatan ini, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menetapkan Sioengs pailit lewat putusan 55/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Ted Sioeng di pemidanaan itu, disebut melarikan diri menjadi buronan Interpol, kemudian dipulangkan.