Ketika harga saham mengalami penurunan signifikan, bahkan disamakan dengan situasi krisis 1998, para pelaku pasar menghadapi kegelisahan besar. Namun, berbeda dengan kondisi pada 1998, masyarakat luas saat ini tampak tidak menunjukkan kepanikan serupa. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: mengapa gejolak ekonomi di pasar keuangan tidak serta-merta mengguncang kehidupan masyarakat sehari-hari?
Salah satu faktor yang dapat menjelaskan hal ini adalah keterpisahan antara ekonomi sektor keuangan dan ekonomi riil. Sementara pelaku pasar saham mengalami kerugian akibat jatuhnya indeks, masyarakat umum lebih fokus pada harga-harga kebutuhan pokok dan aktivitas ekonomi sehari-hari. Menariknya, meskipun nilai tukar rupiah melemah, harga barang di pasar tidak serta-merta melonjak—bahkan, dalam beberapa sektor, harga justru menurun. Fenomena ini disebut sebagai anomali, karena secara teori, pelemahan nilai tukar biasanya berdampak pada kenaikan harga barang akibat meningkatnya biaya impor.
Presiden Prabowo Subianto memberikan respons terhadap situasi ini dengan pernyataan bahwa permainan saham adalah bentuk perjudian. Perspektif ini menyoroti bagaimana pasar modal lebih banyak dikendalikan oleh segelintir elite ekonomi, sementara rakyat biasa tidak memiliki keterlibatan langsung dalam transaksi saham. Hal ini mempertegas adanya dualisme dalam perekonomian nasional: satu sisi didominasi oleh permainan keuangan spekulatif, sementara sisi lainnya diisi oleh masyarakat yang berjuang dalam sektor riil.
Fenomena ini juga memperlihatkan bahwa selama ini uang berputar dalam lingkaran elite ekonomi, termasuk melalui instrumen keuangan seperti Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Bank Indonesia (SBI). Perbankan dan institusi keuangan lebih banyak mengalokasikan dana ke sektor tersebut daripada ke sektor riil, sehingga menghambat aliran dana ke aktivitas produktif seperti pertanian, industri, dan perdagangan.
Sebagai respons terhadap kondisi ini, Presiden Prabowo menggagas pembentukan Danantara sebagai instrumen untuk mengkonsolidasikan sumber daya keuangan negara agar dapat dialokasikan secara lebih produktif ke sektor riil. Hal ini diharapkan dapat memperkuat peran negara dalam perekonomian, serta meminimalkan kebocoran anggaran yang selama ini menjadi permasalahan utama dalam pengelolaan APBN. Tingginya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia, yang menunjukkan rendahnya efisiensi investasi pemerintah, menjadi salah satu indikator bahwa kebocoran ini bukan sekadar asumsi, melainkan kenyataan yang harus segera ditangani.
Namun, langkah-langkah Presiden Prabowo ini tidak serta-merta diterima oleh semua pihak, terutama oleh elite ekonomi yang selama ini diuntungkan oleh sistem keuangan yang ada. Upaya Presiden Prabowo untuk memperkuat peran negara dalam mengelola perekonomian menghadapi tantangan dari kelompok-kelompok yang enggan kehilangan dominasi mereka. Hal ini mirip dengan dinamika yang terjadi di tingkat global, di mana beberapa pemimpin dunia seperti Donald Trump juga mendorong kebijakan yang mengutamakan kepentingan nasional dan mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan global yang selama ini lebih menguntungkan korporasi besar.
Dalam konteks ini, upaya menyeret Presiden Prabowo ke dalam logika pasar mencerminkan pertarungan antara dua paradigma ekonomi: satu yang berbasis pada mekanisme pasar bebas yang telah berlangsung selama beberapa dekade, dan satu lagi yang mengembalikan peran negara sebagai aktor utama dalam perekonomian. Pertanyaannya adalah, sejauh mana kebijakan Presiden Prabowo dapat diimplementasikan secara efektif di tengah resistensi dari berbagai kelompok kepentingan? Dan apakah langkah-langkah ini dapat membawa perubahan nyata bagi perekonomian Indonesia dalam jangka panjang?
Dalam situasi seperti ini, yang diperlukan adalah keseimbangan antara kebijakan negara dan mekanisme pasar agar ekonomi dapat berkembang secara inklusif dan berkelanjutan. Masyarakat menantikan apakah inisiatif yang diusung oleh Presiden Prabowo dapat menjadi solusi atas permasalahan struktural dalam perekonomian Indonesia ataukah akan menghadapi hambatan yang sulit diatasi. Yang pasti, perjalanan menuju transformasi ekonomi tidak akan mudah dan akan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk mencapai hasil yang optimal.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #