Oleh M. Said Didu pada hari Kamis, 27 Mar 2025 - 22:38:03 WIB
Bagikan Berita ini :

Prabowo vs. Jokowi: Perbedaan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Dinamika Demonstrasi

tscom_news_photo_1743089883.jpeg
(Sumber foto : )

Pergantian kepemimpinan nasional dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto memunculkan spekulasi mengenai arah kebijakan pengelolaan sumber daya alam (SDA). Beberapa pihak menilai ada perbedaan mendasar dalam pendekatan kedua pemimpin ini dalam menghadapi oligarki dan memastikan aset negara dikelola dengan baik.

Isu ini pun dikaitkan dengan gelombang demonstrasi besar-besaran yang terjadi belakangan ini. Tuntutan yang awalnya berfokus pada penegakan hukum terhadap oligarki dan kebijakan Jokowi, kemudian bergeser menjadi desakan untuk menurunkan Prabowo serta menarik keterlibatan TNI dalam berbagai kebijakan strategis. Perubahan tuntutan ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah demonstrasi ini murni gerakan sosial atau ada agenda politik di baliknya?

Jokowi dan Oligarki: Legalitas atas Pelanggaran?

Selama kepemimpinan Jokowi, sejumlah regulasi dikeluarkan yang dinilai memberi peluang bagi kelompok oligarki untuk mendapatkan legitimasi atas kepemilikan SDA, termasuk perkebunan sawit, pertambangan, dan kawasan hutan.

Pelepasan kawasan hutan untuk kepentingan investasi menjadi salah satu kebijakan yang menuai kritik. Regulasi ini memungkinkan perusahaan yang sebelumnya beroperasi secara ilegal untuk mendapat legitimasi, yang dianggap sebagai bentuk pemutihan pelanggaran.

Omnibus Law Cipta Kerja juga dipandang sebagai instrumen yang mempermudah masuknya investasi, tetapi di sisi lain membuka celah bagi eksploitasi SDA oleh kelompok tertentu.

Pendukung kebijakan Jokowi berargumen bahwa langkah ini bertujuan memberikan kepastian hukum bagi investor dan mempercepat pembangunan ekonomi. Namun, kritik utama terhadap kebijakan ini adalah kurangnya keberpihakan terhadap rakyat dan pengabaian terhadap kepentingan lingkungan.

Prabowo dan Rebutan Aset Negara

Setelah menjabat, Prabowo disebut mulai mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan aset negara yang dikuasai secara ilegal oleh oligarki.

Salah satu langkah nyata adalah penyitaan lahan sawit ilegal yang diperkirakan mencapai 5 juta hektare, dengan 1 juta hektare pertama diserahkan ke BUMN PT Agripalma Nusantara. Langkah ini mendekati dua kali lipat luas perkebunan sawit milik PTPN yang hanya sekitar 600.000 hektare.

Pembentukan BUMN khusus yang dipimpin oleh purnawirawan jenderal menjadi strategi untuk memastikan aset negara benar-benar kembali ke tangan negara dan dikelola secara profesional.

Selain itu, keterlibatan TNI dalam kebijakan pengelolaan SDA semakin terlihat, di mana Menteri Pertahanan Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin ditunjuk sebagai Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional. Hal ini memperkuat indikasi bahwa negara sedang bersiap menghadapi potensi perlawanan dari kelompok yang selama ini menikmati SDA secara ilegal.

Pendekatan ini mendapat dukungan dari kelompok yang ingin memperkuat kedaulatan ekonomi dan mengurangi dominasi oligarki. Namun, di sisi lain, ada kelompok yang merasa terganggu dan berupaya melakukan perlawanan dengan berbagai cara.

Dinamika Demonstrasi dan Pergeseran Tuntutan

Di tengah upaya pemerintah untuk menata ulang pengelolaan SDA, muncul gelombang demonstrasi yang pada awalnya menyoroti peran oligarki dan kebijakan Jokowi. Namun, dalam perkembangannya, tuntutan ini bergeser menjadi seruan untuk menurunkan Prabowo dan mengembalikan TNI ke barak.

Pergeseran tuntutan ini menimbulkan berbagai spekulasi. Apakah ini murni ekspresi kekecewaan masyarakat, atau ada kepentingan tertentu yang mencoba mengalihkan isu?

Jika benar langkah Prabowo mengancam kepentingan kelompok yang selama ini menguasai SDA secara ilegal, maka tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak yang berkepentingan dalam menggiring opini publik agar kebijakan ini mendapat perlawanan lebih luas.

Kesimpulan: Perubahan Nyata atau Retorika Politik?

Meskipun terlihat ada perbedaan pendekatan antara Jokowi dan Prabowo dalam kebijakan SDA, masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa Prabowo benar-benar akan menindak oligarki secara tegas.

Beberapa pertanyaan mendasar yang masih perlu dijawab:

Sejauh mana transparansi dalam proses penyitaan aset?

Bagaimana nasib perusahaan yang selama ini beroperasi dengan izin resmi?

Apakah keterlibatan militer dalam kebijakan ini akan membawa manfaat atau justru menimbulkan tantangan baru?


Sebagai masyarakat, penting untuk terus mengawal kebijakan pemerintah dan memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat, bukan sekadar alat politik yang digunakan untuk kepentingan tertentu.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
IDUL FITRI 2025 AHMAD NAJIB Q
advertisement
DOMPET DHUAFA RAMADHAN PALESTIN
advertisement
IDUL FITRI 2025 WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2025 HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2025 HERMAN KHAERON
advertisement
Lainnya
Opini

Jokowi dan Prabowo: Perebutan Kendali di Panggung Kekuasaan

Oleh Goldy Arsyi | Junior Journalist.
pada hari Jumat, 28 Mar 2025
Jakarta, 28 Maret 2025- Politikus senior PDIP, Beathor Suryadi, mengemukakan analisis tajam terkait dinamika kekuasaan di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, sosok yang paling ...
Opini

KETIKA KUPUTARI KA’BAH

(Di tahun 2024, sebanyak 18,5 juta manusia melaksanakan ibadah Umroh. Tapi, berapa yang benar-benar menemukan yang dirindukan?) Setiap aku melangkah menuju Ka’bah, aku tak sekadar ...