Oleh Ariady Achmad pada hari Jumat, 18 Apr 2025 - 11:29:32 WIB
Bagikan Berita ini :

Tarik Ulur di Lautan Hukum: Ketika Pagar Laut Membuka Luka Penegakan Keadilan

tscom_news_photo_1744950572.jpg
Pagar Laut (Sumber foto : Tempo)

JAKARTA, TEROPONGSENAYAN.COM - Di balik gelombang tenang di pesisir Tangerang, tersembunyi kisah pelik tentang hukum yang tersendat, keadilan yang tertahan, dan institusi penegak hukum yang saling silang jalan. Kasus pagar laut bukan sekadar soal pelanggaran administratif atau pemalsuan dokumen. Ia telah menjelma menjadi potret kompleksnya tarik-menarik kepentingan antar-lembaga dalam lanskap penegakan hukum di Indonesia.

Pagar yang Membatasi Lebih dari Sekadar Laut

Pagar sepanjang lebih dari 30 kilometer itu berdiri di atas laut yang seharusnya menjadi ruang hidup masyarakat pesisir. Keberadaannya bukan hanya membatasi gerak nelayan, tetapi juga mencerminkan pembatasan terhadap rasa keadilan publik. Di balik struktur fisiknya, tertata sertifikat hak milik yang mencurigakan, dokumen perizinan yang dipertanyakan, dan prosedur birokrasi yang tak transparan.

Ketika Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung (Kejagung), publik berharap ada gerak cepat. Namun harapan itu terantuk ketika Kejagung memutuskan untuk menyerahkan kasus ini ke Bareskrim Polri. Di sinilah tarik-ulur dimulai.

Tiga Institusi, Tiga Arah

Alih-alih berjalan serentak, tiga institusi penegak hukum—Kejagung, Bareskrim Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)—bergerak dalam arah yang berbeda. Koordinasi yang seharusnya menjadi kunci, justru terkesan minim. Yang mengemuka adalah ego kelembagaan, bukan semangat kolektif menegakkan keadilan.

Kejagung menilai Bareskrim tidak mengikuti petunjuk jaksa dalam menuntaskan penyidikan. Sementara KPK pun turut menyelidiki dugaan korupsi di balik terbitnya sertifikat tanah atas kawasan laut.

> “Keluarnya sertifikat di atas laut jadi bukti ada penipuan atau penggelapan. Laut tidak boleh disertifikatkan,”
— Mahfud MD, pakar hukum tata negara dan mantan Menkopolhukam.

> “Jaksa penuntut umum setelah membaca, mempelajari, meneliti berkas perkara yang diserahkan, setidaknya, satu, ada indikasi penerimaan suap atau gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 atau Pasal 12 Undang-Undang Tipikor,”
— Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.

Ketika Hukum Terjebak dalam Institusionalisme

Prinsip hukum seharusnya menjunjung tinggi keadilan substantif. Namun kasus pagar laut menampakkan wajah lain: hukum sebagai arena tarik menarik kuasa antar lembaga. Saat satu institusi menyerahkan, yang lain tampak ragu melangkah. Penundaan, kegamangan, dan keraguan menjadi arsitektur baru dalam penegakan hukum.

Bagi publik, yang tampak adalah penegak hukum yang tidak solid. Kepercayaan pun terkikis. Nelayan kehilangan ruang hidupnya, warga kehilangan harapan, dan negara kehilangan pijakan moralnya.

Pentingnya Sinergi dan Independensi

Kasus ini menyiratkan pelajaran penting bahwa penegakan hukum tak bisa berdiri dalam silo-silo institusional. Harus ada integrasi, transparansi, dan akuntabilitas yang menyatu dalam semangat reformasi kelembagaan. Tanpa itu, setiap pagar yang dibangun—baik di darat, laut, maupun dalam sistem hukum—akan menjadi simbol keterbatasan negara dalam menjawab rasa keadilan masyarakat.

Menyibak Pagar yang Menutup Keadilan

Prinsip jurnalisme meminta kita tak hanya mengungkap apa yang terjadi, tetapi juga mengapa ini dibiarkan terjadi dan siapa yang diuntungkan dari pembiaran ini. Kasus pagar laut adalah momentum penting untuk meninjau ulang relasi antar-institusi penegak hukum. Apakah mereka masih menjadi pelindung konstitusi dan rakyat, atau terjebak dalam jerat loyalitas sempit dan kepentingan jangka pendek?

Selama pagar itu masih berdiri, perjuangan menegakkan kebenaran harus terus dilanjutkan—dengan pena, dengan nurani, dan dengan keberanian mempertanyakan siapa yang sesungguhnya menjaga gerbang keadilan di negeri ini.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
IDUL FITRI 2025 AHMAD NAJIB Q
advertisement
DOMPET DHUAFA RAMADHAN PALESTIN
advertisement
IDUL FITRI 2025 WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2025 HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2025 HERMAN KHAERON
advertisement
Lainnya
Opini

Candu Kekuasaan dan Lenyapnya Jati Diri Pemimpin

Oleh Ariady Achmad
pada hari Jumat, 18 Apr 2025
JAKARTA, TEROPONGSENAYAN.COM - Kekuasaan, pada hakikatnya, adalah amanah. Namun sejarah dunia berulang kali menunjukkan bahwa kekuasaan juga bisa menjelma menjadi candu—menggiurkan, memabukkan, ...
Opini

Menimbang Dampak Kesepakatan Tarif Impor dengan Amerika Serikat terhadap Perekonomian Indonesia

JAKARTA, TEROPONGSENAYAN.COM - Dalam upaya mempererat hubungan ekonomi antara Indonesia dan Amerika Serikat, kesepakatan negosiasi tarif impor baru yang melibatkan peningkatan jumlah impor barang ...