Polemik soal keaslian ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, telah berulang kali mencuat dan menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat. Sebuah persoalan yang sebenarnya bisa selesai secara elegan dan damai, justru terus bergulir karena belum ada langkah keterbukaan yang tuntas.
Jika memang benar ijazah itu asli dan sah, maka menunjukkannya secara terbuka kepada publik adalah langkah sederhana namun sangat bermakna. Tindakan ini tidak hanya menjawab keraguan masyarakat, tetapi juga menjadi wujud penghormatan terhadap prinsip demokrasi dan transparansi pejabat publik.
Tanpa keterbukaan, ruang bagi spekulasi, tuduhan, bahkan disinformasi akan terus tumbuh. Hal ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perpecahan di antara sesama anak bangsa, bahkan mencederai kepercayaan terhadap institusi negara.
Justru yang berbahaya adalah jika perdebatan ini dijawab dengan pembiaran, atau yang lebih buruk, dengan kriminalisasi terhadap warga yang mempertanyakan. Padahal jika dokumen itu sah dan otentik, maka tidak perlu ada yang dikorbankan melalui proses hukum yang justru memperkeruh keadaan.
Maka saya mengajak seluruh pihak untuk berpikir jernih. Jika tidak ada yang disembunyikan, maka tunjukkan. Bangsa ini terlalu besar untuk terus dipertentangkan oleh sebuah dokumen yang seharusnya mudah diverifikasi. Tanggung jawab moral seorang pemimpin adalah menjernihkan, bukan membiarkan rakyat saling curiga.
Indonesia membutuhkan pemersatu, bukan pembiaran atas perpecahan.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #