"Hukum adalah hukum. Tidak seorangpun (boleh) melampaui hukum. Sekalipun dia adalah Presiden."
Itulah ungkapan Presiden Obama saat berpidato di KTT Uni Afrika pada Juli 2015. Obama menyoroti kelakuan para pemimpin negara Afrika yang suka mengubah-ubah konstitusi atau Undang-Undang (UU) guna melanggengkan kekuasaan.
Sebagian mereka memang berhasil berkuasa puluhan tahun atau beberapa periode. Namun semua itu harus dibayar mahal. Berbagai kekacauan, peperangan maupun kudeta mewarnai negara-negara benua hitam itu akibat ambisi kekuasaan para pemimpinnya.
Meski tidak sama persis fenomena mengakali konstitusi atau UU ini sejatinya juga masih terjadi di tanah air. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Mahfud MD bahkan mengungkapkan Indonesia sebenarnya inflasi UU. Sebab berpuluh-puluh UU dihasilkan, UUD juga beberapa kali di revisi.
Namun tak membuat tatanan menjadi membaik. Bahkan semakin carut marut saja. Pangkal persoalannya adalah saat UU dilaksanakan sering dimanipulasi, diakali maupun disiasati. Atau sering dikenal celah hukumnya. Sehingga UU sebaik apapun dibuat menjadi mandul atau tak berfungsi sesuai tujuannya.
Tidak jarang juga terjadi UU yang sudah dibuat direvisi bukan untuk perbaikan namun karena untuk mengakomodir kepentingan atau interest politik. Baik interest politik kekuasaan, pemerintahan, bisnis atau kelompok penekan. Bahkan infiltrasi kepentingan terjadi saat mulai pembahasan.
Alhasil, berkaca pada Afrika, yang dibutuhkan adalah kesadaran dan revolusi mental para kelompok kepentingan agar membuang jauh-jauh menyiasati UU maupun konstitusi jika carut marut ingin segera berakhir. Sebab, hukum adalah hukum. Tak boleh dilampaui oleh siapapun.(*)