JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Situasi ekonomi kian tidak menentu. Hasil terawang Permadi, klimaks dari situasi ini ada di goro-goro. Itu tinggal menunggu pemicunya bisa dari keresahan sampai kerusuhan rakyat yang marah.
Baca juga : Duh,Awal Pekan Rupiah Kembali Terpuruk
"Goro-goro itu bahasa spiritualnya, kalau bahasa inteleknya ya revolusi. Kalau dari TNI atau Polri tidak mungkin karena di Indonesia tidak ada tradisi tentara atau polisi ngamuk lalu memicu goro-goro," kata mantan politisi PDI Perjuangan Permadi yang kini kembali ke habitatnya sebagai spiritualis.
Baca juga :Rupiah Makin Menakutkan, Jokowi Effect Makin Pudar
Permadi mengaku bukan tidak suka dengan Presiden Jokowi sebagai pemimpin, tapi dari pandangannya dia belum bisa menjadi pemimpin di negara ini.
"Coba jujur, semakin ke sini makin terlihat bahwa Presiden gak mampu berbuat apa-apa. Hanya manggut-manggut nurut orang-orang di sekitarnya," ucapnya.
Kebijakannya Jokowi, kata Permadi, hanya menguntungkan orang di sekelilingnya saja. Soal kereta cepat, soal listrik, soal tenaga kerja asing yang dibiarkan masuk, ini bisa memicu rakyat marah karena pekerjaannya diambil, soal paket kebijakan ekonomi.
"Ada nggak yang untuk rakyat, ada gak paket kebijakan penurunan harga sembako atau BBM yang bisa langsung dirasakan rakyat. Adanya paket sembako yang hari ini dibagi langsung habis, bukan paket kebijakan," katanya.
Baca juga :Rupiah Ambruk, Anggota PDIP Minta Jokowi Turun dari Jabatan Presiden
Baca juga : Anggota PDIP Sebut, Jokowi Harus Direshuffle
Permadi mengaku sudah menduga dari awal Jokowi terpilih. Dari hitungan Joyoboyo, dia tidak masuk. Menurut Permadi baru Sukarno dan Suharto yang masuk 'jongko' (hitungan) Joyoboyo. Yang lain presiden selingan bukan satrio piningit.
Baca juga :Minta Jokowi Mundur, Netizen Bikin Tagar #SudahlahJokowi
"Perkiraan saya bisa salah, tapi banyak juga yang menganggap benar. Ini soal laku (tirakat/jalan/keyakinan) saja, silakan membuktikan," katanya, Senin (14/9).(ss)