JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Inilah pengakuan Serikat Pekerja (SP) JICT tentang tudingan RJ Lino terhadap penolak perpanjangan kontrak Hutchison. Lino menuding mereka sebagai musuh negara, bandit sabotase dan komunis.
"Dia (RJ Lino, Dirut PT Pelindo II-red) kerap mengatakan penolak Hutchison musuh negara, pekerja JICT bandit sabotase dan komunis," ujar Nova Hakim, Ketua SP JICT dalam keterangannya di Jakarta, Senin (19/10/2015).
Tudingan itu sering dijadikan Lino menyerang balik pihak yang menentang perpanjangan kontrak kepada JICT kepada Hutchison. Lino juga dinilai merusak moral pekerja dengan tindakan PHK sepihak dan mengeluarkan Surat Peringatan (SP).
Berikut ini isi siaran pers Nova Hakim, Ketua SP JICT yang diterima TeropongSenayan.
Siaran Pers: "Pekerja JICT Kecam pernyataan Rhenald Kasali"
Rhenald Kasali menulis artikel di Kompas.com pada Senin (19/10) tentang sosok Dirut Pelindo II RJ Lino.
Di dalam artikel tersebut Rhenald menyebut soal alasan pekerja JICT menentang Lino dan gaji pekerja JICT.
Dalam kaitan itu kami pekerja JICT ingin melakukan klarifikasi beberapa hal :
Pertama, Pekerja JICT menentang perpanjangan konsesi bukan karena anti asing atau alasan remunerasi melainkan prosesnya tidak sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance).
Pelanggaran GCG yang dimaksud termasuk pelanggaran UU pelayaran dan 3 surat Menteri serta 1 surat Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok yang berulang kali mengingatkan Lino untuk mengajukan izin konsesi sebelum melakukan perpanjangan JICT. Belakangan Lino mulai ajukan izin tersebut ke Kemenhub. Artinya kritik konstruktif kami terhadap kebijakan Pelindo II benar adanya.
Selain itu Lino juga tidak menempatkan kepentingan nasional saat memperpanjang Hutchison (HPH) di JICT. Lino seharusnya sangat mampu ambil saham JICT 100% bukan hanya 51% karena sesungguhnya JICT layak dikelola mandiri. Baik SDM dan teknologi sudah sangat memadai.
Volume barang juga tidak ditentukan oleh Hutchison melainkankan aktivitas perdagangan internasional. Pelindo II tidak perlu khwatir soal biaya pemutusan HPH sebesar USD 58 juta mengingat pendapatan tahunan JICT mencapai USD 280 juta.
Dengan pendapatan sebesar ini, ada potensi pendapatan lebih dari Rp 30 triliun jauh lebih besar daripada perpanjangan dengan HPH. Namun Lino tetap perpanjang JICT dengan harga penjualan lebih murah dibanding tahun 1999. Padahal volume dan investasi meningkat dua kali lipat.
Selanjutnya proses perpanjangan JICT dilakukan terburu-buru dan tidak melalui tender. Hal ini ditegaskan Pelindo II lewat iklan Kompas, Bisnis Indonesia dan Jakarta Post tanggal 8-9 Agustus 2014. Iklan ini dipublikasikan setelah penandatangan perpanjangan kerjasama JICT-Koja tanggal 5 Agustus 2014.
Namun tanggal 29 Agustus 2014 Menteri BUMN Dahlan Islan lewat dokumen nomor S-494/MBU/08/2014 meminta Pelindo II untuk melakukan proses seleksi pemilihan mitra kerjasama.
Pelindo II akhirnya mengundang APMT, China Merchant, DP World dan PSA. Hal ini menunjukkan bahwa tender yang dilakukan Pelindo II hanya syarat untuk memenuhi permintaan Dahlan karena sebelumnya Pelindo II sudah tandatangan dengan HPH.
Lebih lanjut soal gaji, staff cost JICT 22% dan biaya teus per pegawai JICT paling efisien diantara pelabuhan Koja bahkan IPC sekalipun. Sangat ironis jika Lino mengkritik gaji pekerja. Ini berarti ia ingin membagi keuntungan yang lebih besar dengan asing ketimbang karyawan yang bekerja membangun JICT.
Lino berulang kali menggunakan argumen ini untuk mematahkan kritik pekerja JICT soal perpanjangan konsesi. Selain itu dia kerap mengatakan penolak Hutchison musuh negara, pekerja JICT bandit sabotase dan komunis.
Saat ini Lino juga telah melakukan PHK, mutasi dan ratusan surat peringatan kepada pekerja JICT. Kebijakan kontraproduktif ini menyebabkan demotivasi bekerja dan menyebabkan produktivitas JICT menurun. Padahal di bulan Juni 2015, JICT sempat meraih predikat terminal petikemas terbaik Asia.
Nova Hakim
Ketua SP JICT
(ris)