JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Indonesia Police Watch (IPW) menuding Polda Jatim sebagai biang kerok politisasi kasus Tri Rismaharini (Risma). Akibatnya, suasana politik Surabaya menjelang Pilkada serentak makin keruh.
"Kasus Risma adalah kekacauan hukum dan sekaligus malapetaka hukum akibat sikap seenak udelnya dalam melakukan penegakan hukum yang dilakukan jajaran Kepolisian, khususnya di Polda Jatim," ujar Neta S Pane, Ketua Presidium IPW.
Neta mengatakan hal itu dalam siaran pers yang diterima redaksi TeropongSenayan, Minggu (25/10/2015) di Jakarta. Atas hal tersebut Neta mendesak Kapolri Badrodin Haiti bertindak tegas terhadap anak buahnya.
Berikut isi siaran pers yang dikirimkan oleh Neta S Pane, Ketua Presidium IPW.
Jajaran Kepolisian jangan bersikap seenak udelnya dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka dan seenak udelnya pula melakukan SP3 terhadap orang yang sudah dijadikan tersangka.
Kasus Risma adalah kekacauan hukum dan sekaligus malapetaka hukum akibat sikap seenak udelnya dalam melakukan penegakan hukum yang dilakukan jajaran Kepolisian, khususnya di Polda Jatim.
Indonesia Police Watch (IPW) mengecam keras terhadap apa yang dilakukan Polda Jatim dalam kasus Risma. Kasus ini menunjukkan bahwa Kepolisian tidak becus dan bisa bersikap seenaknya, mentang-mentang punya kekuasaan dalam melakukan penegakan hukum.
Akibatnya, sikap Polda Jatim dalam menangani kasus Risma membuat bingung publik dan berpotensi memicu konflik sosial di Surabaya maupun Jatim.
Terjadinya polemik terhadap status Risma sebagai tersangka adalah akibat kecerobohan, ketidaktransparanan, dan ketidakpedulian Kapolda Jatim. Akibatnya terjadi politisasi dalam kasus Risma. Situasi ini jelas sangat berbahaya bagi situasi kamtibmas Surabaya menjelang Pilkada serentak pada 9 Desember 2015 mendatang.
Bagi pendukung Risma, Polda Jatim bisa dituduh berusaha mengganjal dan menggagalkan Risma dalam Pilkada serentak. Sebaliknya, bagi lawan politik Risma, Polda Jatim bisa dituduh melindungi Risma, kok sudah jadi tersangka kasusnya tiba-tiba di SP3.
Untuk itu IPW mendesak Kapolri segera turun tangan dan memerintahkan Kapolda Jatim menjelaskan kepada publik mengenai posisi yang sebenarnya dalam kasus Risma. Sebab dari data yang diperoleh IPW ada kejanggalan dalam kasus Risma.
Apakah kejanggalan ini sengaja dimainkan para oknum untuk bermanuver atau ada hal lain. Lihat saja, dalam berkas SPDP itu Polda Jatim menetapkan Risma sebagai tersangka sejak 28 Mei 2015 tapi baru mengirimkan SPDPnya ke kejaksaan pada 30 September 2015.
Aneh memang. Sebab saat SPDP itu dikirim, situasi politik Surabaya sudah mulai panas. Risma menjadi calon Walikota, bahkan sempat menjadi calon tunggal. Tapi kenapa polisi tiba-tiba mengirimkan SPDP ke Kejaksaan.
Untuk itu IPW mendesak Kapolri segera turun tangan dan memerintahkan Kapolda Jatim menjelaskan kepada publik mengenai posisi yg sebenarnya dlm kasus Risma. Sebab dari data yang diperoleh IPW ada kejanggalan dlm kasus Risma.
Sementara Kapolri mengatakan kasus Risma sebenarnya sudah dihentikan. Anehnya, Polda Jatim tidak pernah mengumumkan kasus Risma dihentikan.
Penanganan kasus Risma sendiri tidak pernah diungkap secara transparan ke publik, baik pengiriman SPDPnya maupun proses penghentiannya. Tiba-tiba muncul pernyataan dari kejaksaan, Risma menjadi tersangka oleh Polda Jatim. Ada apa di balik semua ini?
Untuk itu Kapolri perlu mengevaluasi kinerja Kapolda Jatim. Jangan sampai "kampungnya kapolri" justru menjadi daerah konflik di pilkada serentak akibat kecerobohan, ketidaktransparanan dan ketidakpedulian elit kepolisian di jatim.
Selain itu peng-SP3an kasus Risma tidak bisa ujug ujug dikeluarkan, melainkan harus ada proses transparansi agar tidak muncul kesan Kepolisian bersikap seenak udelnya dalam melakukan penegakan hukum.
Salam
Neta S Pane
Ketua Presidium Ind Police Watch