JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Faisal Basri, ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (TRTKM) menganggap perhitungan BBM bersubsidi sudah kedaluwarsa alias kuno. Sehingga penetapan harganya juga tidak akurat.
"Semua asumsi dan variabel sudah kadaluarsa dan tidak riil serta tidak didasarkan pada pembentukan harga pasar," ujar Faisal Basri saat konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Minggu (21/12/2014).
Faisal menguraikan harga patokan BBM bersubsidi-yang juga disebut sebagai BBM jenis tertentu-didasarkan pada volume penggunaan BBM bersubsidi dan selisih antara harga patokan dengan harga jual sebelum pajak.
Perhitungan harga patokan didasarkan pada MOPS (Mean of Platts Singapore) 92 untuk RON 88 (bahan baku premium bersubsidi-red) dan Gasoil sulfur 0,35 (bahan baku solar bersubsidi-red) pada MOPS Gasoil sulfur 0,25.
Perhitungan harga patokan itu tidak didasarkan pada harga riil karena ke dua jenis produk BBM yang diimpor Indonesia itu sudah tidak ada di pasaran. Sedang biaya pencampuran (blending) dipatok 0,5 US$ padahal riilnya sudah turun menjadi 0,36 US$.
Atas dasar itulah Tim TRTKM merekomendasikan kepada pemerintah untuk menghentikan impor produk BBM jenis RON 88 dan Gasoil sulfur 0,35 mengganti dengan Mogas 92 dan Gasoil 0,25 persen sulfur.
Sehingga produk BBM berubah menjadi bensin (saat ini dikenal premium-red) RON 92 dan solar dengan kandungan sulfur 0,25. Kilang BBM Pertamina diberi waktu lima bulan untuk menyesuaikan.(ris/b)