Pembubaran Petral yang merupakan anak perusahaan Pertamina di luar negeri oleh Direktur Pertamina atas perintah Meneg BUMN patut dicurigai adanya agenda besar untuk memindahkan penguasaan impor BBM dan crude oil dari group mafia migas yang lama ke group mafia migas berkedok Trisakti dan Nawacita.
Sangat jelas dan kasat mata kalau ditarik benang merah terkait pembubaran Petral dikomandoi oleh kakak dari Meneg BUMN Rini Sumarno yaitu Arie Sumarno yang mantan Dirut Pertamina dan Pengagas ISC (Integrated Supply Chain) Pertamina dan juga mantan Direktur Utama (Dirut) Petral dan mantan Ketua Kelompok Kerja Energi dan anti mafia minyak dan gas (migas oleh tim Transisi Jokowi-JK). Ditambah lagi ISC Pertamina dulu pernah dipimpin oleh Sudirman Said yang sekarang menjabat sebagai Menteri ESDM, bisa jadi pembubaran Petral lebih pada pembentukan oligarki mafia migas baru di ISC nantinya.
Kalau dari dulu Petral memang datang mafia Migas yang telah merugikan negara berarti Ari Sumarno yang pernah memimpin Petral juga diduga terlibat dalam pusaran mafia Migas tersebut.
Ada kabar yang tak sedap bahwa dibubarkannya Petral lebih dilandasi oleh subjektivitas kepentingan para pemain/trader migas dan brokernya yang ada di pusaran kekuasaan Jokowi yang pada saat Pilpres banyak menggelontorkan dana kampanye bagi Jokowi-JK. Karena dengan masih dikuasainya Petral oleh para trader-trader dan mafia migas era sebelum Jokowi sangat tidak mungkin para donatur Jokowi yang berbisnis impor BBM dan crude bisa masuk dan bersaing untuk menyuplai BBM dan crude oil ke Petral.
Sudah tiga bula Pertamina lewat ISC sudah tidak memesan pasokan impor BBM dan crude oil dari Petral yang katanya dapat menghemat sebesar 22 juta dollar, artinya membeli BBM atau crude oil dari Petral ataupun tidak semua bergantung pada manajemen Pertamina. Dan selama 3 bulan Petral juga melakukan transaksi bisnis dengan perusahaan di luar negeri yang sudah tentu menghasilkan keuntungan, dimana keuntungannya akan transparan karena Petral adalah perusahaan yang beroperasi dan berdiri di Singapore yang berbadan hukum Singapore.
Jadi pembubaran Petral sangat tidak beralasan, kalau memang ada mafia Migas selama ini di Petral gampang kok suruh aja KPK membuat investigasi. Kalau Jokowi sebagai orang yang menentukan penempatan direksi Pertamina, memiliki kepandaian dalam mengelolah bisnis justru Petral tidak perlu dibubarkan, justru Petral bisa dijadikan vehicle bisnis di luar negeri untuk mengembangkan bisnis pertambangan minyak dan trading serta pembelian kilang-kilang minyak di luar negeri atau membangun crude oil refinery di Indonesia dengan mengunakan dana pinjaman dari luar negeri dan menjual obligasi di luar negeri, seperti yang dilakukan oleh Petronas dan Temasek.
Patut disayangkan Jokowi menyerahkan begitu saja ke keluarga besar Sumarno untuk mengelola dan meyusun tata niaga bahan Bakar minyak yang akan berdampak menimbulkan mafia baru yang akan bermain di ISC Pertamina. Karena selama ini pun ISC banyak menyalahi aturan pembelian impor BBM dan crude oil dengan membeli tanpa langsung melalui National Oil Company ( NOC ) tetapi juga melalui para trader seperti Socar Trading, Vitol Trading yang semuanya bukan NOC tapi perusahaan trader yang sama dengan Petral.
Oleh Karena itu Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu menilai pembubaran Petral cuma akal-akalan para mafia migas yang ada di sekeliling Jokowi yang nanti juga akan lebih merugikan negara dan masyarakat, misalnya kok pembelian tidak lewat Petral katanya hemat kok harga BBM justru bertambah mahal. Artinya Jokowi sudah dibohongi oleh klan Sumarno dan para mafia migas baru.
FSP BUMN Bersatu juga mendesak Jokowi untuk menolak pembubaran Petral dan segera menangkap para mafia migas yang ada di Petral selama ini. Selain itu juga dengan status Indonesia yang sudah menjadi negara importir BBM dan crude oil, sebaiknya segera mengubah mindset usaha sektor energi nasional dengan membangun refinery di banyak tempat di Indonesia dan ini lebih jauh berguna dan menguntungkan dari pada membubarkan Petral.
Jika memiliki refinery baru maka dapat meningkatkan PDB nasional dan menciptakan lapangan kerja baru serta mengurangi kebutuhan pengunaan mata uang US dollar karena 20 persen dari crude oil yang direfinery akan menghasilkan produk-produk seperti bahan baku plastik, aspal, nafta, LPG dan farapin yang masih di impor oleh industri-industri di Indonesia. Seperti kebutuhan aspal untuk pembangunan infrastruktur di dalam negeri 80 persen masih di impor, juga nafta untuk membuat olefin masih di impor. Jadi yang harus dikedepankan oleh Jokowi itu menciptakan industri migas, jangan mau dibohongi para mafia migas baru yang ingin membubarkan Petral dan kemudian mengunakan ISC sebagai sarang mafia migas baru.(*)
TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #petral #pembubaran petral #mafia migas