Editorial
Oleh Bani Saksono pada hari Selasa, 23 Des 2014 - 10:10:47 WIB
Bagikan Berita ini :

Terjebak Skenario Mafia Migas

77pertamina 1-eko.JPG
Kilang BBM Cilacap, Salah Satu Unit Bisnis PT Pertamina (Sumber foto : Eko S Hilman/TeropongSenayan)

KITA meyakini Faisal Basri orangnya bersih, sederhana dan tidak mewah. Bahkan lebih suka naik KRL (kereta listrik) atau bus Transjakarta. Lebih cepat dan bebas macet, walaupun harus sedikit berkeringat karena harus ngantre dan berdiri bergelantungan. Artinya, kita yakini, rekomendasi yang dibuat Faisal dn timnya tak terpengaruh oleh para mafia migas.

Hari Minggu (21/12/2014) dia bersama anggota Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas (TRTKM) mengumumkan sejumlah rekomendasi menyangkut kebijakan subsdi dan perhitungan harga patokan bahan bakar minyak (BM) di Indonesia.

Di antara rekomendasi itu adalah menghentikan impor premium (RON/research octane number 88) dan menggantinya dengan memproduksi pertamax (RON 92) secara bertahap. Artinya, impor premium dihentikan dan diganti impor prertamax selagi Pertamina belum siap memproduksi sendiri secara optimal. Subsdi yang dikucurkan untuk pertamax bersifat tetap misalnya hanya Rp 500 per liter berapapun harganya.

Namun, di balik rekomendasi tersebut, ada yang diuntungkan dan dirugikan. Yang untung, pasti pihak asing yang ingin membangun sebanyak-banyaknya stasun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dengan ongkos yang sangat murah, karena hanya di kota-kota besar, tidak menyasar ke kota-kota atau wilayah luas di luar Jawa.

Dengan harga yang tak berselisih jauh dengan Pertamax, tentu saja masyarakat akan dengan suka rela dan suka cita membeli BBM dari SPBU asing yang katanya, kualitasnya lebih baik dari pertamax. Sementara itu, dalam jangka pendek, utang Pertamina akan membengkak untuk mengimpor pertamax dan membangun kilang yang baru dan berkapasitas memadai.

Dari sisi bisnis, dalam jangka panjang atau pendek, ceruk bisnis Pertamina jelas akan tergerus signifikan. Saat SPBU asing seperti Shell, Petronas, dan Total bisa menjual dengan harga pasar, pemerintah masih harus mengucurkan subsidi buat pertamax agar bisa bersaing dengan BBM asing. Pertamina juga harus mengucurkan anggaran untuk membangun kilang-kilang hingga menjangkau seluruh wilayah Indonesia, di pelosok sekalipun.

Tingginya angka impor BBM, pengurangan subsidi, maupun leluasanya SPBU asing membanjiri kota-kota besar, serta membuat bagaimana Pertamina tidak lagi menguasai tata niaga migas dalam negeri adalah bagian dari skenario mafia migas.

Di negara lain, Pertamina tetap dipertahankan menguasai tata niaga migas dalam negerinya. Di Indonesia, dengan alasan bertentangan dengan UU Anti Monopoli, tugas negara yang diemban Pertamina sedikit demi sedikit dipreteli hingga tak lagi menguasai pasar domestik. Jika demikian, kapan Pertamina bakal terbebas dari lilitan utang karena pemerintah membiarkan pasarnya ditelan asing. Saat ini utang Pertamina sebanyak Rp 288,4 triliun, sedangkan asetnya sendiri hanya Rp 135,2 triliun. (b)

tag: #pertamina  #kilang  #premium  #pertamax shell  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Editorial Lainnya
Editorial

Redam Harga Masker!

Oleh Firdaus
pada hari Selasa, 18 Feb 2020
Belakangan ini masyarakat terkejut dengan lonjakan harga masker hingga lebih 100% dan barangnya langka di beberapa apotik di Jakarta maupun daerah lainnya. Bahkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha ...
Editorial

Degradasi Etika Pejabat

Keputusan Pemerintah menentukan Pangkalan Militer TNI di komplek Pangkalan Udara Raden Sajad Kepulauan Natuna untuk lokasi observasi 238 WNI dari Wuhan, China, adalah keputusan yang tepat. Pertama, ...