JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) menuding pemerintah hanya lips service mngatakan bahwa Indonesia siap menyongsong Deklarasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Sebab, pada kenyataannya masih banyak pihak, baik pengusaha maupun masyarakat tidak tahu dan tidak siap dengan akan diterapkannya MEA.
"Jika tetap dipaksakan, maka AEC 2015 akan menjelma menjadi VOC Gaya Baru atau Neo-VOC dan dapat timbulkan masalah besar bagiIndonesia mengalami neo-kolonialisme. Oleh karena itu, sebagai negara bangsa berdaulat, Indonesia harus berani dan tegas menyatakan bahwaIndonesia belum siap hadapi AEC 2015," kata Ketua Umum APKLI Ali Mahsun dalam siaran pers yang diterima TeropongSenayan, pekan ini. VOC adalah kongsi dagang di bawah pemerintah penjajah Belanda.
Ali menjelaskan, saat ini saja, satu minimarket mematikan 50-100 pedagang kelontong, belum lagi hipermarket. Toko moderen yang tercatat di Kemendag RI per Agustus 2014 (yang legal saja) sudah 23 ribu. Akibatnya, 3.500 pasar tradisional kolaps dan jutaan usaha PKL, termasuk kelontong gulung tikar. Dampaknya, puluhan juta rakyat Indonesia menjerit karena kehilangan mata pencahariannya. "Kenyataan ini harusdihentikan dan Negara harus hadir apapun resikonya, ujar Ali yang juga ketua umum Pergerakan Merah Putih – PMP Indonesia.
Ikut memperburuk situasi, adanya kebijakan pemerintah daerah yang tidak mau mengakomodasi keberadaan PKL. Padahal, PKL hadir karena memang dibutuhkan masyarakat. Misalnya, diterapkannya kawasan wisata bebas PKL. Jika PKL ditata dan diberi tempat yang layak, tentu mereka tidak akan menjadi biang masalah ketertiban lingkungan. "Padahal, tata kelola PKL sudah diatur dalam Perpres RI Nomor 125/2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan PKL," tutur Ali.
Pada kesempatan itu, DPP APKLI mengeluarkan tiga butir pernyataan sikapnya. Pertama, mendesak pemerintah agar melaksanakan Perpres RI 125/2012 dalam menata dan memberdayakan PKL, tidak boleh ada lagi ada penggusuran, apalagi penistaan hak konstitusional sebagai warga Negara RI yang dilindungi Pancasila dan UUD 1945, dan menghentikan penggunaan Perda Ketertiban Umum.
Kedua, agar pemerintah mencabut Perpres RI 112/2007 tentang Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang telah memberikan kesempatan seluas-luasnya Toko Modern membludak dan merangsek ke gang-gang perkotaan dan pelosok pedesaan. Hal itu telh mengakibatkan 3.500 pasar tradisional kolaps dan jutaan PKL termasuk kelontong gulung tikar.
Ketiga, pmerintah harus menerbitkan Perpres RI dan atau Undang-undang Pembatasan Investasi dan Toko Modern yang memberikan perlindungan dan penguatan terhadap ekonomi dan mata pencarian rakyat, usaha PKL, kelontong dan pasar tradisional. Hal itu diperlukan untuk menegakkan kedaulatan ekonomi bangsa menghadapi AEC 2015 dan Pasar Tunggal Dunia 2020. (b)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #APKLI #MEA 2015 neo-VOC pedagang kaki lima