JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu menyesalkan beredarnya dokumen dakwaan kasus e-KTP beredar di kalangan awak media.
"Membocorkan rahasia negara yang berasal dari KPK bisa merugikan penanganan kasus yang sedang ditangani ataupun informasi-informasi lainnya yang terkait dengan KPK," kata politikus PDIP itu saat dihubungi, Rabu (8/3/2017).
Banyaknya dokumen rahasia yang diduga bocor dari KPK, kata dia, disebabkan belum adanya sanksi tegas secara etika. Menurutnya, untuk mencegah situasi tersebut terulang, Komite Etik harus berani merekomendasikan sanksi tegas dan mengusut dugaan bocornya berita acara pemeriksaan (BAP) dan surat dakwaan tersebut.
"Jika tidak diusut dan diberikan sanksi tegas, publik bisa menaruh curiga bahwa pembocoran dokumen rahasia oleh KPK bagian dari modus permainan KPK membentuk opini ke publik," tegas Masinton.
"Pembocoran dokumen rahasia tersebut adalah kategori malpraktik," imbuh dia.
Menurutnya, sprindik dan BAP maupun surat dakwaan tergolong dokumen rahasia negara.
"Beredarnya dokumen rahasia negara sepertinya menjadi kebiasaan buruk atau trend yang sudah berulangkali dibocorkan oleh aparat penegak hukum di KPK. Hal ini, sebaiknya disikapi secara serius oleh KPK," tandas dia.
Dijelaskannya, pembocoran dokumen yang bersifat rahasia negara bisa dikenakan sanksi pidana.
"Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) juga mengatur ketentuan pidana bagi siapa saja yang membocorkan informasi yang dikecualikan atau rahasia negara dengan ancaman maksimal 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 20 juta," terang dia.
Saat ditanya apakah DPR, khususnya Komisi III akan mempertanyakan hal tersebut terhadap lembaga antirasuah tersebut, Masinton mengamininya.
"Kami akan tanyakan ke pimpinan KPK dalam rapat dengar pendapat di Komisi III nanti perihal bocornya dokumen rahasia negara oleh KPK yang sudah sering terjadi," pungkasnya.
Diketahui, sebelumnya beredar dokumen dakwaan kasus e-KTP yang dalam dokumen tersebut menyebut nama-nama sejumlah pejabat dan anggota DPR yang diduga terlibat dalam kasus yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun itu.(yn)