JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyatakan kedudukan hukum rumah aspirasi sebagai sasaran untuk pengalokasian anggaran sekitar Rp 1,6 miliar per anggota DPR sangat lemah. Bahkan, ada sejumlah ketidakjelasan dalam pengaturannya.
"Tidak ada pasal dalam UU MD3 yang mengatur rumah aspirasi, bahkan frasa rumah aspirasi tidak ditemukan. Sementara dalam tata tertib DPR, hanya menyebut definisi rumah aspirasi akan tetapi tidak ada penjelasan atau pengaturan lebih detail. Kecuali hanya untuk mendukung pelaksanaan fungsi representasi anggota DPR khususnya, terkait dengan penyerapan aspirasi di Dapil dan pendanaannya dari APBN," ungkap peneliti Formappi Abdul Syahid dalam konferensi pers tentang alokasi anggaran untuk rumah aspirasi DPR di kantornya, Matraman Raya, Jakarta Timur, Kamis (26/2/2015).
Dikatakan Abdul, tidak ada dalam tata tertib DPR yang mewajibkan setiap anggota mendirikan rumah aspirasi. Jika DPR berkomitmen menjadikan rumah aspirasi sebagai pendukung bagi anggota dewan dalam melaksanakan fungsi representasi, lanjut dia, harus diatur lebih dulu dalam UU MD3 dan tata tertib DPR.
"Diantaranya menyangkut bentuk kelembagaan, prinsip pengelolaan, kepemilikan, peran dan fungsi, personil dan kualifikasinya, prosedur kerja (SOP), pendanaan, mekanisme pengawasan dan pertanggungjawabannya, sistem pelaporan juga keberlanjuutannya," bebernya.
DPR bersama pemerintah baru saja mengesakan anggaran untuk Rumah Aspirasi (RA) bagi 560 anggota DPR dalam APBNP 2015 sebesar Rp 1,6 triliun. Angka tersebut diproyeksikan untuk membiayai rumah aspirasi, honor tenaga ahli dan tenaga administrasi. Setiap anggota DPR akan mendapatkan gelontoran anggaran sekitar Rp 1,6 miliar per tahun atau sekitar Rp 148,8 juta per bulan dengan proses ditransfer langsung ke rekeningnya masing-masing.(yn)