JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wakil Ketua DPRD, Abraham Lunggana mengingatkan adanya kepentingan tertentu yang ingin mengail di air keruh dalam kasus konflik antara DPRD DKI Jakarta dengan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Haji Lulung, sapaan Lunggana, menengarai kepentingan tertentu itu bisa saja kelompok komunis yang ingin bangkit lagi dan merasuki kehidupan berbangsa dan bernegara.
Biasanya, konflik antara DPRD dengan Ahok tak pernah berlarut-larut seperti sekarang ini. Pemicunya adalah dibuatnya Rancangan APBD DKI 2015 versi e-budgeting yang diserahkan Ahok ke Kemendagri. Diserahkannya RAPBD versi Ahok itu dengan alasan ada pembegalan dana anggaran sebesar Rp 12 triliun oleh DPRD DKI.
Itu sebabnya Ahok bahkan melaporkan DPRD ke KPK. Sebaliknya, pihak DPRD menuding Ahok sebagai pembuat RAPBD siluman yang tentu saja melanggar undang-undang. Uniknya, pimpinan DPRD enggan melaporkan Ahok ke polisi dengan delik aduan pencemaran nama baik karena dituding sebagai maling dan garong anggaran rakyat.
Lulung menyatakan, berlarut-larutnya kasus itu merupakan bagian dari politik adu domba ala faham komunis. "Jadi evaluasi saya, bahwa ini ada konspirasi politik ada opini menjauhkan dengan pihak keamanan, dengan rakyat, dengan pemerintah daerah. Jadi ini ada komunis, karena kita telah diadu domba," kata Lulung dalam diskusi, di Hotel Double Tree, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/3/2015).
Sedangkan soal hak angket yang akan digunakan pihak DPRD terhadap tindakan Gubernur tersebu, kata Lulung, sudah tepat sebagai sarana untuk mengontrol pengeluaran yang dilakukan oleh Pemprov DKI. "Tidak akan dicabut, kita tetap gunakan hak angket ini. Saya kira ini sudah tepat," tukasnya.
Di tempat sama, pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy berkeyakinan, konflik itu akan segera berakhir. Sebab, RAPBD iu menyangkut kepentingan masyarakat banyak. Jadi tak ada alasan untuk menunda-nunda.
"Tidak akan deadlock sudah dipastikan, saat ini yang terjadi hanya perbedaan untuk pengalokasiannya saja," kata Noorsy, manan anggota DPR ini. Noorsy optimistis, Gubernur dan DPRD DKI akan secepatnya menyelesaikan kasus tersebut. Sebab, jika tidak, kasus itu akan menjadi contoh atau barometer bagi provinsi lain.
Namun, sesuai undang-undang yang berlaku, jika RAPBD tahun berjalan tidak dapat disahkan, maka Kemendagri akan menggunakan rujukan APBD tahun lalu. RAPBD DKI 2015 yang telah disetujui sebesar Rp 73,08 triliun. Sedangkan APBD Perubahan 2014 Rp 72,9 triliun. (b)