DENGAN perasaan tak berdosa, Basuki Tjahaja Purnama menuding-nudingkan telunjuk tangan kanannya ke arah peserta pertemuan mediasi antara dirinya dengan DPRD DKI di Gedung Kemendagri, pada 6 Maret lalu. Masih gencar melemparkan isu dana siluman yang di antaranya dipakai untuk belanja uninterruptible power supply (UPS), yaitu peralatan listrik yang berfungsi untuk memberi daya sementara ketika daya utama dari jaringan yaitu PLN padam.
Total dana siluman yang dikejar Ahok, sapaan Basuki Tjahaja Purnama besarnya Rp 12,1 triliun. Ahok menduga dana siluman merupakan 'proyek titipan' dari anggota DPRD melalui Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). Itu sebabnya Ahok menuding DPRD adalah begal, atau maling, atau perampok APBD DKI 2015 dan melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ahok pun merasa di atas awan karena mendapat dukungan dari massa yang tak senang dengan tingkah polah para wakil rakyat di DPRD. Mereka masih mengidentikkan dengan julukan suka menghambur-hamburkan uang rakyat lewat proyek APBD. Tapi, banyak pula pihak yang mendorong agar DPRD melapor ke polisi dengan delik aduan pencemaran nama baik.
Masalah yang lebih esensial adalah bagaimana proyek-proyek uang rakyat itu dapat dilaksanakan tepat waktu dan tepat sasaran tanpa diwarnai aksi mark up. Saat ini, pemegang kunci penyelesaian persoalan ada di Kementeian Dalam Negeri.
Secara legal formal, Kemendagri dapat memerintahkan Gubernur DKI untuk menyerahkan naskah Rancangan APBD DKI 2015 yang telah disetujui dalam rapat paripurna DPRD DKI pada 27 Januari 2015. Sebab, tentu Kemendagri tidk bisa merekomendasikan RAPBD yang tak disahkan DPRD ke Kementerian Keuangan.
Jika tidak juga dilakukan, Kemendagri bisa saja merekomendasikan pencairan APBD 2015 merujuk pada APBD tahun sebelumnya. Yang penting, proyek-proyek uang rakyat dapat dilaksanakan secepatnya sesuai jadwal dan dapat segera dinikmati manfaatnya oleh masyarakat. Misalnya anggaran untuk mengatasi masalah banjir, macet, pendidikan, kesehatan, juga pemberdayaan ekonomi rakyat melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK).
Dua persoalan lain yang menyangkut adanya pelanggaran prosedur hukum, adanya dugaan korupsi dana APBD baik di level DPRD maupun SKPD, sebaiknya diselesaikan melalui jalur hukum. Biarkan penegak hukum yang akan membuktikan siapa pembuat dan penikmat dana siluman APBD 2015 itu. (b)