Opini
Oleh Djoko Edhi S Abdurrahman (Mantan Anggota Komisi Hukum DPR-RI) pada hari Jumat, 27 Okt 2017 - 20:03:35 WIB
Bagikan Berita ini :

Biaya Penafsir Tunggal Pancasila Rp 2 Triliun!

93SAVE_20160822_125409.jpg
Kolom bersama Djoko Edhi S Abdurrahman (Mantan Anggota Komisi Hukum DPR-RI) (Sumber foto : Ilustrasi oleh Kuat Santoso )

Waktu Unit Kerja Pemantapan Ideologi Pancasila (UKPIP) yang dipimpin Yudi Latief digagas, saya dapat telpon dari Hatta Taliwang agar tak menyerang program yang katanya "teman kita". Berturut beberapa jam kemudian dari Bursah Zarnubi, Haris Rusli. dst. Pokoknya banyak pentolan yang membela Yudi Latief.

Yudi memang teman, kelompok kami, gerbong kami, our friends for rezim ini. Mana ada teman di politik.

Jadi, menyerang Yudi Latief direm. Saya maklum belakangan biaya UK PIP itu Rp 2 triliun. Luar biasa Yudi Latief.

Waktu itu saya menulis, "Tolak Penafsir Tunggal Pancasila", judulnya di www.teropongsenayan.com.

Untuk bikin tulisan itu, Bursah Zarnubi meminjamkan saya buku "Politik Pembangunan" tulisan Dawam Rahardjo.

Maksud di hati memberi aufklarung mengenai dark sides Pancasila yang terjadi di zaman Orde Baru. Pancasila bertumbuh kembang menjadi strong ideology, lalu menjelma dogma otoriterianism. Yaitu ketika pemerintah mengambil alih menjadi penafsir tunggal Pancasila. Sejak itu, Pancasila gagal menjadi filsafat negara, padahal sudah digelembungkan menjadi BP7, P4, diperas lagi menjadi Azas Tunggal. Di zaman sebelumnya, diperas menjadi Eka Sila. Sama jargonnya, pemerintah adalah penjaga Pancasila. Karenanya ia lantas berubah menjadi Nabi. Dalam diri Muhammad SAW, fungsi rasulullah penerima tunggal wahyu, penafsir tunggal wahyu, dan penyampai tunggal wahyu. Sama kan?

Dalam KUHP dan KUHAP penafsir tunggal adalah pemerintah, yaitu Makehjapol (Mahkamah Agung, Kehakiman, Kejaksaan, Kepolisian). Tahun 1990-an Makehjapol dibubarkan. Yaitu, memonopoli kebenaran. Tafsirnya, ya selera pemerintah. Bengkok-bengkok.

Menarik Johnny Plate, yang berpendapat pemerintah adalah penafsir tunggal Pancasila. Hasilnya pasti bengkok-bengkok.

Pertanyaan: Pancasila hukum atau tidak? Hukum positif atau tidak? Melanggar Pancasila, diancam pidana atau tidak. Jawab itu dulu bro!

Melanggar Pancasila diancam hukum pidana gak?

Kalau setelah jadi penafsir tunggal beres, tak apa. Buktinya tak begitu. Malah kian ruwet. Ekonomi Pancasila misalnya, kian kabur dan gelap, gara-gara intervensi Pemerintah Soeharto yang mengambil alih debat Prof Emil Salim versus Prof Mubiyarto. Tadinya debat itu untuk menemukan metodologi Ekonomi Pancasila terhadap Pasal 33 UUD 1945.

Emil menggunakan pendekatan Neo Classic, atau disebut kelompok ekonom UI. Mubiyarto bikin nama sendiri atau disebut kelompok Jogya, yaitu ekonom UGM, berangkat dari tesis Boeke. Sejak itu UGM disebut universitas kemiskinan yang jejaknya mengikuti Harvard yang tengah naik daun ilmu kemiskinannya.

Setelah diambil pemerintah, malah tak jelas makhluk apa itu Ekonomi Pancasila, sampai kini. Bahkan setelah Prof Adiningsih jadi manajer kampanye Jokowi, tak ketemu Ekonomi Pancasila itu.

Sekarang sudah ada UKPIP sebagai penafsir tunggal Pancasila. Heboh deh. Kita tunggu fatwa dari Yudi Latief. Kan pemerintah penjaga negara. Benar gak sih. Tak ada istilah itu di HTN maupun Ilmu Negaranya Utrecht.

Karena di UKPIP itu duduk Prof Mahfud MD, Kang Aqil Sirodj, ada baiknya diterbitkan pernyataan bahwa UK PIP adalah penafsir tunggal Pancasila.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
RAMADHAN 2025 H ABDUL WACHID
advertisement
DOMPET DHUAFA RAMADHAN PALESTIN
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Denda Pagar Laut: Jangan Anggap Kami Semua Bodoh

Oleh M. Said Didu
pada hari Jumat, 28 Feb 2025
Jakarta, 28 Februari 2025- Keputusan pengadilan yang menjatuhkan denda Rp 48 miliar kepada Kepala Desa Kohod atas pembangunan pagar laut di pesisir Jakarta menimbulkan tanda tanya besar. ...
Opini

Danantara dan Tantangan Tata Kelola: Mampukah Mengembalikan Kepercayaan Publik?

Jakarta, 28 Februari 2025- Pada 24 Februari 2025, Presiden Prabowo Subianto meresmikan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) sebagai upaya untuk mengoptimalkan aset ...