Hanya orang sakti yang bisa menghilangkan diri. Itu cerita kakek. Apakah Setya Novanto orang sakti karena tiba-tiba menghilang saat dicari KPK? Mari kita tunggu kelanjutan peristiwa ini dalam beberapa saat mendatang. Diakui atau tidak, jika mengikuti rentetan peristiwa yang terjadi tampaknya kali ini KPK memang tengah mendapatkan lawan tangguh.
Penanganan kasus korupsi proyek E-KTP tergolong menguras energi KPK. Bahkan, penyidik andalan KPK yang menangani kasus ini yaitu Novel Baswedan, menjadi korban penyiraman air keras sehingga hingga kini harus di rawat di Singapura. Kasus yang dialami Novel juga masih menjadi misteri karena hingga kini belum juga bisa ditemukan pelakunya.
KPK menghabiskan waktu lebih dua tahun untuk mengungkapkan kasus korupsi proyek E-KTP ini dengan segala pasang surut penanganannya. Bahkan sebelum menetapkan Setya Novanto sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang), KPK terpaksa harus dua kali menjadikannya sebagai tersangka. Hal yang tergolong langka ini sempat memicu debat tajam para praktisi hukum dan penegak hukum.
Mengapa Setya Novanto melakukan perlawanan? Tentu tidak mudah menjawabnya. Justru hal inilah yang memicu berbagai tafsir dan penilaian maupun beragam analisis. Maklum, Setya Novanto tergolong bukan orang sembarangan. Selain Ketua DPR RI, yang pernah diganti namun berhasil kembali merebut posisinya kembali, juga Ketua Umum DPP Partai Golkar. Jelas sekali Setya Novanto menggenggam sebagian bola kekuasaan di negeri ini.
Bagaimana dengan kasus korupsi proyek E-KTP? Jika mengingat KPK sampai dua kali menetapkan sebagai tersangka, tentu Setya Novanto memiliki peran penting. Justru disinilah serunya kasus korupsi proyek E-KTP ini. Meski dua kali ditetapkan sebagai tersangka dan berkali-kali dipanggil KPK dan pengadilan sebagai saksi, namun tidak sedikit pihak-pihak yang terlihat pasang badan untuk Setya Novanto. Bahkan Setya Novanto sendiri juga terlihat percaya diri bisa lolos dari kasus ini.
Setya Novanto adalah Ketua Fraksi Partai Golkar saat proyek E-KTP dibahas di DPR RI. Ketika itu sebagai Ketua Komisi II DPR RI adalah Burhanudin Napitupulu. Kini Ketua Komisi di DPR RI yang membahas anggaran proyek E-KTP sudah meninggal dunia. Banyak yang menilai, selain almarhum Burhanudin Napitupulu, maka Setya Novanto yang memegang 'kunci' keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus korupsi proyek E-KTP ini.
Akankah Setya Novanto dibiarkan menjadi pesakitan kasus ini? Akankah Setya Novanto dibiarkan 'menyanyi' membuka kotak pandora kasus korupsi proyek E-KTP ini? Kemana Setya Novanto yang pada pagi hari masih memimpin Rapat Paripurna DPR RI namun tiba-tiba menghilang pada malam hari saat dijemput penyidik KPK? Benarkah Setya Novanto benar-benar bisa menghilangkan diri? Tampaknya masih akan panjang implikasi menghilangnya Setya Novanto kali ini.
KPK yang selama ini dikenal tangguh tengah menghadapi Setya Novanto yang 'sakti'. Apakah ketangguhan KPK berhasil menundukkan 'kesaktian' Setya Novanto? Mari kita lihat perkembangannya nanti.
Apapun, kasus ini mestinya harus ditempatkan secara proporsional. Kasus ini bukanlah perseteruan antara KPK vs DPR. Namun murni antara oknum anggota DPR RI yaitu Setya Novanto dengan KPK. Sebab, tanggung jawab sebagai tersangka kasus dugaan korupsi adalah bersifat individu bukan institusi. Bahwa ada implikasinya terhadap kegiatan institusi rasanya sudah ada ketentuan yang mengaturnya. Jadi tinggal dikembalikan kepada ketentuan yang berlaku.(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #ariadyachmad