JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Plt Ketua DPR RI Fadli Zon mengunjungi lokasi pengungsian Rohingya di Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh (21/12/2017).
Sebelumnya, Fadli Zon sudah menemui Ketua Parlemen Bangladesh, Dr Shirin Sharmin Chaudhury dan State Minister Kemlu Bangladesh, Mr. Mohammed Shahriar Alam.
Dalam kunjungan ini, Fadli Zon didampingi oleh delegasi DPR RI diantaranya Ledia Hanifa (FPKS) dan Nurmansyah Effendi Tanjung (F-PDIP). Hadir pula Dubes RI untuk Bangladesh Rina P Soemarno. Mereka sempat berdiskusi dengan para pengungsi difasilitasi United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dan International Organization for Migration (IOM).
Dari dialog singkat dengan para pengungsi mereka adalah korban militer Myanmar yang brutal. Rumah-rumah dibakar, perempuan diperkosa, ada yang ditembak atau dipenggal. Mereka berhari-hari bahkan berminggu-minggu harus menyelamatkan diri dari kejaran militer Myanmar hingga akhirnya bisa menyeberangi perbatasan Bangladesh.
"Saya sungguh prihatin melihat warga Rohingya yang terusir dari negaranya sendiri karena konflik berkepanjangan di Rakhine. Mereka sudah kehilangan keluarga. Anak, istri, suami, kebanyakan karena rezim militer di Myanmar. Ini harus dihentikan dengan langkah politik. Jelas yang terjadi dengan etnis Rohingya adalah genosida dan pemusnahan etnis (ethnic cleansing). Kita tak bisa mengabaikan dan menutup mata," lirih Fadli.
Lokasi pengungsian Cox's Bazar mencapai 3.000 hektar dan menjadi tempat pengungsi yang paling luas di dunia. Ironisnya, kata dia, kebanyakan pengungsi adalah anak-anak. Ada 500.000 anak-anak menjadi pengungsi di Kutupalong dan sekitarnya. Dari jumlah itu, 30.000 adalah anak-anak yatim piatu.
"Saat ini di Kutupalong, ada sekitar 1 juta pengungsi dari Rohingya yang menyeberang dari Myanmar. Jumlah ini terus bertambah karena kekerasan di Rakhine belum juga berhenti. Dari laporan, kemarin saja datang 185 orang yang baru datang," ungkap Waketum Gerindra itu.
Dari pantauan di lokasi ada beberapa organisasi kemanusiaan Indonesia yang sudah turut aktif berperan memberikan bantuan mulai dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Indonesian Humanitarian Alliance (IHA) dan Aksi Cepat Tanggap Indonesia (ACT).
"Saya mengapresiasi semua pihak yang terlibat dalam misi kemanusiaan di Bangladesh. Termasuk para relawan dari Indonesia yang sudah menunjukkan kinerja yang sangat baik dengan membuka posko kesehatan bagi pengungsi Rohingya ," ujarnya.
Sekalipun kondisi di lokasi pengungsian masih memprihatinkan, penuh dengan shelter yang dibangun seadanya dengan dinding tanah lempung dan atap dari jerami atau plastik. Sulit juga ditemui air selain dari pompa manual di beberapa titik.
"Ini masalah kemanusiaan yang sangat-sangat serius. Bukan hanya bagi Bangladesh, atau Asia Tenggara, tapi ini masalah bagi dunia," kata Fadli Zon.
Pemerintah Indonesia harus gunakan instrumen ASEAN untuk mengawal dan memastikan terlaksananya MoU repatriasi dengan adanya jaminan keamanan dari Myanmar.
"Saya menyarankan jika repatriasi tak berjalan baik, maka perlu langkah politik di kawasan. Pemerintah RI perlu menekan pemerintah Myanmar untuk mematuhi sikap dunia Internasional termasuk PBB untuk memulangkan warga Rohingya ke tanah asal mereka di Rakhine State, Myanmar. Selama ini pemerintah Myanmar hanya lip service dan tak ada realisasi serius menghentikan kekerasan. Para pelaku kejahatan kemanusiaan harus diseret ke Mahmakah Internasional seperti kasus pembantaian di Bosnia," kata Fadli.
"Indonesia harus ambil inisiatif mengundang negara-negara ASEAN untuk mencari jalan penyelesaian krisis kemanusiaan. Jika Myanmar tak ada itikad baik, sebaiknya negara itu dikeluarkan saja dari ASEAN," pungkasnya. (icl)