Opini
Oleh Oleh: Adhie M Massardi (Sekjen Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia) pada hari Selasa, 31 Mar 2015 - 17:20:28 WIB
Bagikan Berita ini :
Gagasan

Kelompok Agung Sudah Memutilasi Demokrasi

94Untitled.jpg
Adhie Massardi (Sumber foto : Istimewa)

Senin petang (30/3) itu, ketika puluhan orang bertampang garang dan beringas pimpinan sdr Yorrys Raweyai mendobrak pintu dan merangsek ke ruang Fraksi Partai Golkar, di lantai 12 Gedung Nusantara I DPR, saya masih berada di dalamnya, didampingi Bambang Soesatyo, berbincang-bincang dengan beberapa wartawan.

Hanya selang beberapa detik, Ade Komaruddin, Ketua FPG, mengajak saya masuk ke ruangannya. “Anda tamu kami. Keselamatan Anda tanggungjawab kami,” ujar tokoh muda Golkar yang di zaman Gus Dur merupakan salah satu lawan politik saya di forum-forum debat publik.

Demi menghormati tuan rumah, saya mengikuti saran itu. Di ruang ketua FPG hanya ada saya, Ade Komaruddin, Bambang Soesatyo, petugas keamanan dan dua sekretaris fraksi serta seorang mantan pengurus Golkar Lampung yang mengaku kehadirannya di Munas Golkar Ancol dimanupulasi dengan iming-iming uang ratusan juta rupiah.

Sambil sesekali melihat tingkah-laku kelompok Agung Laksono yang sudah menduduki ruang rapat fraksi melalui layar monitor CCTV, di ruang Ketua FPG itu kami membicarakan persoalan bangsa yang kian kompleks.

Anomali di negeri ini sudah melanda semua lini: politik, hukum, ekonomi, tata-sosial dan tata-nilai. Semua ini terjadi akibat ketiadaan kepemimpinan. Negeri ini memang telah kehilangan kepemimpinan. Kita hanya memiliki sekumpulan orang di lapisan elite, yang hanya memperjuangkan kepentingannya sendiri.

Saya berada di pusaran perseteruan politisi Partai Golkar petang itu karena diundang FPG untuk diskusi politik bersama sejumlah anggota FPG dan wartawan. Saya bersedia hadir dalam forum internal parpol karena sesungguhnya parpol itu milik publik. Sebab parpol (terutama peserta pemilu) sudah menggunakan ranah publik, dan mengikatkan diri dalam memperjuangkan kepentingan publik.

Dengan mempertimbangkan parpol itu sebagai milik publik, maka apa yang terjadi di Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan mungkin juga di parpol lain kelak, sesungguhnya merupakan persoalan kita semua, persoalan bangsa Indonesia. Bukan lagi sekedar persoalan internal parpol.

Makanya, dalam diskusi petang itu, dijelaskan bahwa dengan penuh kesadaran berkebangsaan, saya bersama tokoh-tokoh gerakan sipil seperti Yudi Latif, Bursyah Zarnubi, Haris Moti (Petisi 28), Hatta Taliwang, Margarito Kamis, Salamudin Daeng, Marwan Batubara, dll menginisiasi “gerakan masyarakat sipil anti-pecah belah parpol”.

Menurut kami, apa pun masalahnya, pergolakan politik dalam organisasi akan selalu bisa diselesaikan dengan dialog. Alam demokrasi menyediakan sarana yang sangat luas untuk dialog. Dialog akan menjadi buntu apabila muncul pihak ketiga yang ingin melemahkan kekuatan organisasi.

Inilah yang terjadi sekarang di Partai Golkar dan PPP. Dan pihak ketiga dalam hal ini sangat jelas. Pemerintah melalui tangan Menkum dan HAM Yasonna H Laoly, yang tanpa menggunakan akal sehat, melegitimasi kelompok Agung Laksono di Golkar dan kelompok Romahurmuziy di PPP.

Masuknya penguasa (Menkum dan HAM) secara sangat tidak sehat sebagai pihak ketiga dalam konflik parpol, membuat pintu-pintu dialog itu tertutup. Inilah yang kemudian mendorong kelompok Agung Laksono menggunakan cara-cara premanisme dalam menyelesaikan masalah. Saya menduga tak lama lagi juga akan timbul aksi-aksi premanisme dalam tubuh PPP.

Padahal cara-cara kekerasaan semacam itu, apalagi ini dilakukan di kawasan gedung parlemen, yang merupakan “pusat kehidupan demokrasi”, bisa disebut sebagai perbuatan mencabik-cabik dan memutilasi demokrasi. Makanya, masyarakat sipil wajib mengutuk perbuatan yang mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sistem.

Karena struktur parpol menjangkau seluruh kawasan Nusantara, maka apabila perseteruan di tubuh parpol tidak segera diselesaikan, akan mengguncang sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk itu, kami berpendapat DPR perlu segera menggunakan “hak angket” guna menyelidiki dan mengungkap apa tujuan Menkum dan HAM tanpa menggunakan akal sehat masuk secara dini dalam perseteruan parpol.

TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #konflik golkar  #kisruh golkar  #adhie massardi  #opini  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Tidak Ada Kerugian Negara Dalam Pemberian Izin Impor Gula 2015: Ilusi Kejagung

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Senin, 04 Nov 2024
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Tom Lembong telah menyalahgunakan wewenang atas pemberian izin impor Gula Kristal Mentah tahun 2015 kepada perusahaan swasta PT AP, sehingga merugikan keuangan ...
Opini

Paradoksnya Paradoks

Ketika Prabowo Subianto berbicara tentang pentingnya pemerintahan yang bersih dan tegaknya keadilan di Indonesia, semangatnya tampak membara. Gema suaranya seolah beresonansi dengan berbagai tokoh ...