Berita
Oleh Agus Eko Cahyono pada hari Minggu, 12 Apr 2015 - 12:34:29 WIB
Bagikan Berita ini :

IPW Pertanyakan Pelepasan Oknum Polisi Terkait Suap Adriansyah

3Neta Pane.jpg
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane (Sumber foto : lensaindonesia.com)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap menggunakan standar ganda dalam membongkar kasus korupsi. Bahkan terkesan tetap menggunakan tebang pilih.
Pasalnya KPK melepas oknum aparat yang ikut tertangkap OTT dalam penangkapan anggota DPR Adriansyah. "KPK terlihat tidak pernah belajar dari kesalahannya di masa lalu,” kata Ketua Presideum Indonesian Police Watcht Neta S Pane dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu (12/4/2015).

Menurut Neta, pelepasan Briptu Agung Krisdianto kurir pengantar uang suap dari pengusaha Andrew Hidayat kepada anggota DPR Adriansyah menunjukkan KPK tidak serius memberas korupsi. "Kami mendesak agar KPK segera menahan oknum anggota Polri tersebut," tegasnya.

Neta menilai langkah KPK ini sangat aneh. Karena peran Briptu Agung sangat strategis. Artinya tanpa perannya tidak akan pernah terjadi perkara suap antara pengusaha dengan anggota DPR. "Anehnya Briptu Agung dilepaskan KPK dengan alasan tak ada bukti kuat. Padahal peran Briptu Agung yang membuat KPK bisa melakukan tangkap tangan terhadap Adriansyah, anggota DPR dari Fraksi PDIP itu,” tambahnya.

Dalam kasus ini, lanjut Neta, Briptu Agung bisa terkena turut serta Pasal 55, 56 dan 57 KUHP, yakni "membantu melakukan" sebuah tindak pidana. Dalam kasus ini tindak pidana penyertaan (deelneming) masuk kategori yang turut melakukan atau yang membantu melakukan. "Sehingga setidak-tidaknya Briptu Agung seharusnya terkena Pasal 55 KUHP dan bukan dibebaskan KPK," ungkapnya.

Sikap KPK yang membebaskan Briptu Agung ini, sambung Neta lagi, sangat aneh. Karena dalam banyak kasus, pihak yang turut serta membantu terjadinya tindak pidana (kejahatan) selalu diproses dan dikenakan hukuman yang berat.

Kombes Wiliardi Wizard misalnya, ujar Neta, perannya hanya memperkenalkan pihak-pihak yang kemudian menjadi eksekutor Nazaruddin. "Faktanya Wiliardi divonis 10 tahun penjara bersama mantan Ketua KPK Antasri Azhari," jelas dia.

Begitu juga dalam kasus narkoba, kata Neta, banyak sekali kurir yang sesungguhnya tidak tahu apa-apa dan diperdaya para bandar, namun diproses dan divonis pengadilan. Salah satu di antaranya Rani Andriani alias Mellisa Aprillia, perempuan asal Cianjur, Jawa Barat yang 18 Januari 2015 dieksekusi mati. "Banyak sekali kurir yang sesungguhnya tidak tahu apa-apa dan diperdaya para bandar, tetap diproses dan divonis pengadilan. Apakah peran kurir strategis, yang "membuat" terjadinya tindak pidana suap, bisa dikatakan KPK sebagai "tidak ada bukti kuat"? Kalau ini dibiarkan akan membuat banyak polisi leluasa menjadi kurir uang suap,” imbuhnya.

Neta pun meminta Plt KPK Taufiqurahman Ruki yang berasal dari kepolisian untuk tidak menutupi kasus yang jelas melibatkan aparat kepolisian. ”Saya khawatir dibebaskannya anggota polisi ini karena yang memerintahkannya adalah pejabat tinggi di kepolisian juga. Saya harap KPK bisa transparan dan menjelaskan dengan alasan yang masuk akal,” imbuhnya. (ec)

tag: #Kisruh KPK Polri  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement