Untuk kesekian kalinya Megawati Soekarnoputri tidak konsisten dan diskriminatif dalam memperlakukan sebagian kadernya yang terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Apa yang diucapkan dan diekspose ke media bahwa partai akan menindak tegas kader yang terlibat korupsi dengan apa yang dipraktekkan selalu tidak sama. Tidak satunya kata dan perbuatan yang dilakonkan oleh Megawati Soekarnoputri dalam berbagai hal termasuk dalam menegakkan disiplin partai ketika kadernya terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Sikap inkonsistensi inilah yang menyebabkan kader PDIP seakan-akan tidak kapok melakukan tindak pidana korupsi dimanapun dan kapanpun. Sebagaimana diketahui pada saat ini sejumlah pimpinan DPP PDIP namanya disebut-sebut dalam dugaan kasus korupsi termasuk nama Megawati Soekarnoputri dalam kasus BLBI di KPK, Olly Dondo Kambey sudah beberapa kali diperiksa sebagai saksi dan Trimedya Panjaitan disebut-sebut terdapat aliran dana dari seorang pejabat, juga Bambang DH dan Adam Samawi sudah berstatus tersangka korupsi.
Sementara kader PDIP lain yang sudah selesai menjalani pidana penjara karena terbukti korupsi adalah Rohmin Dahuri, Panda Nababan dll malahan masuk dalam kepengurusan DPP PDIP hasil Kongres 2015 dan DPD PDIP Sumut. Sementara dalam kasus tangkap tangan Adriansyah, Megawati Soekarnoputri menyatakan akan segera memecat Adriansyah.
Mengapa sejumlah kader PDIP yngg bermasalah dengan korupsi tetap dipertahankan bahkan masuk dalam struktur DPP PDIP yang baru. Kalau saja dalam dua tahun kedepan KPK gencar melakukan penyelidikan dan penyidikan secara cepat kasus dugaan korupsi BLBI dll kemudian mereka semua dipanggil sebagai Saksi, tersangka dan ditahan, maka apa yang terjadi dengan PDIP saat itu?. Bisa saja periode kepengurusan DPP PDIP 2015 akan mengalami kevakuman, sehingga KLB menjadi keharusan untuk menyiapkan Kepengurusan baru demi jalannya organisasi partai.
Pidato Megawati Soekarnoputri dalam kongres kali ini telah memperlihatkan gaya seorang feodalis angkuh yngg kurang paham akan sistem presidensial dan keangkuhan itu juga berimbas kepada sikapnya terhadap Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kala yang diperlakukan hanya sebagai petugas partai bukan undangan sebagai Pejabat Tinggi Negara.
Padahal sejak awal Presiden Jokowi sudah menetapkan sebuah kebijakan bahwa semua pejabat eksekutif dalam Kabinet Kerja yang berasal dari Parpol harus melepaskan semua jabatan dan atribut partai politik dan fokus kepada tugas-tugas negara.
Disini lagi-lagi Megawati Soekarnoputri mengkhianati komitmen dasar yaitu Koalisi Tanpa Syarat, termasuk tidak ada kewenangan partai pengusung mengontrol apalagi mengintervensi jalannya pemerintahan. Mengapa? karena sistem presidensial yang dianut hanya membolehkan kontrol kepada Presiden dilakukan oleh Fraksi-Fraksi di DPR melalui Komisi-Komisi yang menjalankan fungsi representasi rakyat terhadap Pemerintah. Dengan demikian maka Megawati Soekarnoputri tidak boleh lagi ujug-ujug panggil/membiarkan Presiden Jokowi datang ke Teuku Umar.
Keangkuhan lainnya adalah menempatkan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla hadir dalam kongres partai tidak sebagai Presiden dan Wakil Presiden tetapi hanya sebagai petugas partai. Ini menjadi bagian dari kecongkakan yang melengkapi ciri seorang feodalis yang tidak ingin ada "matahari kembar", padahal tanpa kapasitas sebagai Presiden dan Wapres-pun Jokowi dan JK tetap menjadi "matahari" di kongres PDIP, karena sesungguhnya tidak ada lagi "matahari" itu di PDIP saat ini.
Melihat manuver Megawati Soekarnoputri seperti itu, apalagi dengan gaya mengancam siapapun kader partai yang tidak menerima predikat petugas partai supaya keluar dari partai. Ini berarti sesungguhnya Megawati Soekarnoputri tidak sudi bahkan belum rela kekuasaannya hanya sebagai Ketua Umum berada dibawah bayang-bayang kekuasaan lain termasuk kekuasaan sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Atau tidak boleh ada orang lain yang merasa lebih tinggi dari sang Ketua Umumnya.
Siapa yang berani menolak predikat petugas partai dalam garis komandonya, maka konsekuensinya dikeluarkan dari partai, apakah dipecat atau mengundurkan diri, apalagi di dalam AD & ART PDIP tidak ada dasar hukumnya memecat seorang kader partai hanya karena tidak mau disebut petugas partai.
Ada dua sebab yang membuat Megawati Soekarnoputri selalu tampil feodal dan angkuh, pertama karena di dalam AD partai Megawati Soekarnoputri diberi kewenangan khusus sebagai Hak Prerogatif untuk dapat melakukan apa saja demi kepentingan partai. Kedua karena sikap takut yang berlebihan dari para kader menghadapi kekuasaan khusus Megawati Soekarnoputri yang dalam banyak hal sering kekuasaan khusus itu disalahgunakan termasuk untuk memecat kader-kadernya.(yn)
TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #megawati #kongres pdip #jokowi