Opini
Oleh Arief Poyuono, SE (Waketum DPP Partai Gerindra) pada hari Kamis, 23 Apr 2015 - 16:13:12 WIB
Bagikan Berita ini :

Pidato Jokowi di Pembukaan KAA Hanya Retorika?

62Jokowi (setkab).jpg
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan pada pembukaan KAA ke-60 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (22/1/2015) (Sumber foto : setkab.go.id)

Joko Widodo pada pembukaan Konferensi Asia Afrika (KAA), Rabu (22/4/2015), banyak menyentuh sejumlah permasalahan. Bahkan, pidato yang dinilai bagus oleh sejumlah kalangan itu juga banyak menyingung sikap dan tindak tanduk negara-negara maju dan organisasi perkumpulan negara di dunia terhadap bangsa-bangsa Asia Afrika yang belum mencapai kemerdekaan dalam bidang ekonomi seperti Indonesia.

Jika disimak secara teliti isi pidato Jokowi di Pembukaan Konferensi Asia Afrika, ketika negara-negara kaya yang hanya sekitar 20 persen penduduk dunia, menghabiskan 70 persen sumber daya bumi maka ketidakadilan menjadi nyata. Ketika ratusan orang di belahan bumi sebelah utara menikmati hidup super kaya, sementara 1,2 miliar penduduk dunia di sebelah selatan tidak berdaya dan berpenghasilan kurang dari 2 dolar per hari, maka ketidakadilan semakin kasat mata.

Ketika ada sekelompok negara kaya merasa mampu mengubah dunia dengan menggunakan kekuatannya, maka ketidakseimbangan global jelas membawa sengsara yang semakin kentara ketika PBB tidak berdaya.

Pidato ini hanyalah sebuah retorika dari seorang Jokowi sebab Jokowi sendiri sebagai kepala pemerintahannya masih takut menghadapi korporasi-korporasi asing yang banyak mengeruk kekayaan sumber daya alam di Indonesia, seperti dengan mengabaikan UU Minerba yang melarang ekspor hasil tambang konsentrat dan memberikan izin ekspor hasil tambang konsentrat kepada Freeport dan Newmont sebagai refresentasi dari negara-negara kaya yang hanya sekitar 20 persen penduduk dunia telah menghabiskan 70 persen sumber daya bumi.

Begitu juga jika disimak dalam hal kesejahteraan dengan mengatakan ketidakadilan dari sisi penghasilan masyarakat, itu juga hanyalah retorika tanpa ada kebijakan Jokowi untuk merubah rezim upah murah bagi buruh di Indonesia yang diciptakan oleh Konsensus IMF ketika membantu Indonesia saat krisis 1997.

Isi pidato Jokowi yang banyak mengkritisi tentang tindak tanduk negara negara maju terhadap dan organisasi oraganisasi keuangan dunia seperti ADB, IMF dan World Bank dengan mengatakan ketidakadilan global juga terasa ketika sekelompok dunia enggan mengakui realita dunia yang telah berubah. Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF dan ADB adalah pandangan yang usang yang perlu dibuang.

Pidato ini hanya retorika belaka juga, sebab tidak sesuai dengan kebijakan ekonomi Jokowi yang banyak menuruti kemauan Bank Dunia akibat hutang Indonesia yang ada di Bank Dunia, serta tidak akan dikucurkannya bantuan Bank Dunia jika tidak menaikan harga BBM dan menghapus subsidi BBM yang berakibat pada menurunnya daya beli masyarakat dan penghasilan masyarakat serta meningkatnya kemiskinan dan pengangguran di Indonesia.

Jokowi sepertinya tidak mengerti betul tentang makna pidatonya yang meyinggung peran ADB, IMF dan World Bank dalam mempengaruhi perekonomian negara yang dipimpinnya, sebab jika tidak perlu ADB, IMF dan World Bank kok aneh ya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, pemerintah mengalokasikan pembiayaan program sebesar Rp 7,14 triliun. Didapat dari pinjaman dari Bank Dunia dan ADB itu akan dipakai untuk pembenahan program subsidi bahan bakar minyak (BBM) bermekanisme tetap.

Karena itu dengan semangat KAA sebaiknya Jokowi harus segera merubah sistem ekonomi Indonesia yang selama ini sangat neolib menjadi sistem ekonomi yang berbasis pada Trisakti dan Nawacita sebagai konsistensi pidato Jokowi pada pembukaan Konferensi Asia Afrika ke-60, dan membatalkan semua rencana pinjaman luar negeri dari ADB dan Bank Dunia untuk menutupi defisit APBN 2015 serta membatalkan semua izin ekspor hasil tambang konsentrat oleh korporasi asing sebagai kepanjangan negara-negara yang menikmati kekayaan 70 persen kekayaan alam dunia dan tidak melakukan privatisasi BUMN serta mengelola dana BPJS tanpa turut campur ADB.

Kembalikan filsafat ekonomi politik Indonesia dengan semangat Dasasila Bandung dengan Pancasila sebagai dasar filsafat ekonomi politik Indonesia dan menjadikan UUD 1945 serta cita cita-cita kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai Politik Ekonomi Indonesia serta jalankan ekonomi Indonesia dengan pasal 33 UUD 1945.

Jika tidak dilakukan ya pidato Jokowi di pembukaan Konferensi Asia Afrika, hanya retorika belaka dan angin surga saja.(*)

TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #konferensi asia afrika  #pidato jokowi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Blockchain Untuk Koperasi Indonesia

Oleh Radhar Tribaskoro (Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia)
pada hari Selasa, 05 Nov 2024
Sejak kemerdekaan, koperasi di Indonesia berkembang sebagai simbol ekonomi rakyat yang berbasis gotong royong, berperan penting dalam upaya mewujudkan kedaulatan ekonomi. Pada masa awal, koperasi ...
Opini

Mentalitas Kasino

Dalam dunia yang penuh dengan mimpi-mimpi besar, mungkin ada di antara kita yang membayangkan Indonesia sebagai Tanah Air yang tenteram, adil, dan sejahtera. Tapi tunggu dulu. Ternyata, harapan itu ...