Opini
Oleh Ariady Achmad pada hari Sabtu, 25 Agu 2018 - 09:44:36 WIB
Bagikan Berita ini :

Di Balik Pujian Ksatria untuk Idrus Marham

19ariady.jpg
Kolom bersama Ariady Achmad (Sumber foto : TeropongSenayan.com)

Kasus korupsi PLTU Riau-1 meluap kemana-mana. Setelah Wakil Ketua Komisi VII DPR Eny Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, kini kasus tersebut menjerat politisi Partai Golkar Idrus Marham. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Idrus sebagai tersangka. Dia juga diduga mendapat janji senilai US$ 1,5 juta dari proyek infrastruktur kelistrikan itu. Sungguh, sebuah jumlah yang sangat fantastis.

Dalam kasus ini, tidak bisa dipungkiri, kerja KPK sangat profesional. Publik layak memberi apresiasi. Penajaman dan pengembangan pokok perkara dilakukan secara mendalam.

Pada hari yang sama KPK menetapkan status tersangka, Jumat (24/8/2018), Idrus pun mengundurkan diri dari jabatan Menteri Sosial. Keputusan ini membetot perhatian elite dan publik. Sampai-sampai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut pengunduran itu sebagai sikap ksatria.

Bagi saya, adalah hak setiap orang, setiap elite, dan setiap pejabat mengalirkan pujian. Namun, dalam perspektif saya, sudah sewajarnya Idrus mundur dari kabinet. Bahkan, seharusnya tindakan itu sudah dilakukan ketika Eny Saragih dijemput penyidik KPK di rumah dinas Idrus, Jumat 13 Juli 2018.

Apalagi, setelah penjemputan itu, KPK juga meminta keterangan Idrus. Ini menunjukkan bahwa kasus dugaan korupsi PLTU Riau-1 merupakan kasus yang sedang bergulir, bukan kasus baru.

Di sisi lain, saya mencoba melihat pengunduran diri Idrus dari perspektif kehati-hatian (pruden). Menjadi pertanyaan besar bagi saya, tentang kehati-hatian Partai Golkar saat menyodorkan nama Idrus untuk mengisi posisi Menteri Sosial. Sekadar mengingatkan, Golkar mengajukan nama Idrus kepada Presiden Jokowi untuk menggantikan Khofifa Indar Parawansa, yang mundur sebagai mensos karena mengikuti Pilgub Jatim.

Bisa saja, ketidakhati-hatian dibayar dengan pengunduran diri dari kabinet. Namun, mau tidak mau, suka tidak suka, penetapan status tersangka Idrus meninggalkan catatan bahwa pernah ada menteri dari Partai Golkar di Kabinet Kerja Jokowi yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Menurut saya, catatan itu tak mudah dihapus begitu saja. Benar-benar tidak mudah. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #ariadyachmad  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Blockchain Untuk Koperasi Indonesia

Oleh Radhar Tribaskoro (Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia)
pada hari Selasa, 05 Nov 2024
Sejak kemerdekaan, koperasi di Indonesia berkembang sebagai simbol ekonomi rakyat yang berbasis gotong royong, berperan penting dalam upaya mewujudkan kedaulatan ekonomi. Pada masa awal, koperasi ...
Opini

Mentalitas Kasino

Dalam dunia yang penuh dengan mimpi-mimpi besar, mungkin ada di antara kita yang membayangkan Indonesia sebagai Tanah Air yang tenteram, adil, dan sejahtera. Tapi tunggu dulu. Ternyata, harapan itu ...