JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Politisi senior, Prof Joko Edymenyoroti nasibmedia televisi Metro TV pasca diboikot olehBadan Pemenangan Nasional (BPN) Capres dan Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Paslon penantang petahana Jokowi-Ma'ruf Amin memutuskan untuk memboikot sementara stasiun TV berita nasional itu terhitung sejakSenin (5/11/2018) kemarin.
Menurut Joko, sikap boikot tersebut praktis membuat televisi besutan Surya Paloh tak lagi bisa melakukan kegiatan jurnalisme, khususnya yang berkaitan dengan gelaran Pilpres 2019.
Sebab, kubu Paslon nomor urut 02 itu sudah resmi menutup diri untuk muncul di Metro TV. Mereka juga menutup peluang dalam memberikan informasi apapun kepada media tersebut.
"Setelah diboikot BPN Prabowo Sandi, Metro TV otomatis tak bisa melakukan cover both sides. Praktis berhenti jadi TV Pilpres. Pindah saja jadi TV Keluarga, dari TV berita. Sebab, berita (jurnalisme), wajib cover both sides," kata Joko melaluiakun twitter pribadinya, @jokoedy6, dilihat TeropongSenayan, Minggu (11/11/2018) sore.
Mantan anggota Komisi III DPR RI ini menegaskan, hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.
"Di UU No 40 dan kode etik jurnalistik diatur dengan jelas. Pelanggaran kode etik didenda Rp 600 juta. Yang dimaksud pelanggaran kode etik, misal memuat berita yang tidak cover both sides, mengandung stigma, dan lain sejenisnya. Sidang kode etik setelah dengar tim ombusdman, menyalur pidana ke polisi," cuit Joko.
Hal ini, lanjut EJoko, juga paralel dengan UU Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), selaku eksekutor regulasi.
"KPI Berwenang untuk memindah Metro TV dari tv berita ke tv keluarga, misalnya. Menerapkan denda pelanggaran. Saya tak lihat adanya sanksi penutupan/ pembredelan," tandas Joko.
Djoko Santoso: BPN Prabowo-Sandi Boikot Metro TV
Sebelumnya, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiga Uno bersikap tegas terhadap salah satu media televesi Metro TV. Mereka memutuskan untuk memboikot sementara TV berita nasional itu.
Hal ini sebagai bentuk protes karena Metro TV dianggap tidak berimbang dalam menyampaikan pemberitaan terkait kampanye Pilpres 2019.
Terhitung sejak Senin (5/11/2018) kemarin, keputusan boikot ini diambil setelah BPN Prabowo-Sandiaga melakukan rapat internal antara piimpinan timses.
"Karena berbagai alasan, saya menyatakan Metro TV diboikot untuk sementara waktu, dan untuk tempo yang tidak ditentukan," kata Ketua BPN Prabowo Subianto-Sandiga Uno, Djoko Santoso di Jakarta, Selasa (6/11/2018).
Djoko menilai, Metro TV selama ini pihaknya merasa kerap dirugikan oleh media milik Surya Paloh itu. Menurutnya, Metro TV tidak berimbang dalam melakukan kegiatan jurnalistik televisi. Karena sering memojokan Prabowo-Sandi dan koalisi parpol pendukung Prabowo-Sandi.
Dia juga menilai televisi tersebut kerap menyampur adukkan opini dalam produk jurnalistiknya.
"Soal pemberitaan saya kira sudah jelas berat sebelah. Dialog juga begitu. Kadang-kadang ada diskusi dan debat di televisi yang menampilkan kedua pembicara, tetapi di sisi lain ada running teks yang berkomentar negatif kepada pembicara kita. Ini kan tidak fair," ungkap mantan Panglima TNI itu.
Karena itu, lanjutnya, sejak Jumat (2/11/2018) malam, sebagai komandan tim kemenangan mengambil tanggungjawab dengan mengambil keputusan agar tim BPN tidak melayani agenda wawancara ataupun diskusi eksklusif di media Metro TV.
"Kecuali agenda resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berjalan secara jujur adil, kami memutuskan tidak akan melayani agenda media Metro TV," katanya.
Sebelumnya, anggota tim BPN Prabowo-Sandiaga, Ferdinand Hutahaean juga menginformasikan bahwa keputusan boikot tersebut telah dibahas di internal koalisi.
"BPN Prabowo-Sandiaga, hingga batas waktu yang tidak ditentukan, memboikot Metro TV," kata Ferdinand.
Bahkan Ferdinand mengatakan bahwa Partai Demokrat telah terlebih dahulu memboikot Metro TV. (Alf)