JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai tidak transparan soal Daftar Pemilih Tetap (DPT). Padahal, daftar pemilih merupakan ruh pemilihan umum (Pemilu) 2019 yang akan diselenggarakan secara serentak pada April 2019 mendatang.
Masalah DPT yang hingga kini belum juga final, praktis membuat sejumlah kalangan khawatir pesta demokrasi lima tahunan akan dinodai kecurangan, berjalan tidak jujur, adil, dan demokratis.
Pasalnya, Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) seharusnya diberikan Kemendagri jauh hari sebelum DPT diputuskan.
Sehingga, pemerintah terutama Kemendagri dianggap melanggar prinsip serta berpotensi terjadi pelanggaran Undang-undang pemilu.
Hal ini mencuat di acara diskusi Sekretariat Nasional (Seknas) Prabowo-Sandi bertajuk 'Pemilu Jujur dan Adil: Ilustrasi atau Harapan?', Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/12/2018).
Koordinator Seknas Prabowo-Sandi, Mohamad Taufik mengaku, heran masih tedapat 31 juta pemilih belum masuk DPT, sehingga ini membuat kecurigaan partai politik pengusung pasangan Prabowo-Sandi.
"Ini memicu kecurigaan publik terkait potensi kecurangan yang terjadi pada pemilu 2019," kata Taufik.
Ketua DPD Gerindra DKI itu menjelaskan, 31 juta pemilih tersebut berada di luar Daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP4). Tentu, menurutnya, hal ini aneh karena sebelum ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan di tetapkan sebagai DPT, KPU mesti melakukan pencocokan data pemilih (coklit) DP4 yang diberikan Kemendagri.
"Ini menimbulkan kecurigaan. Satu tahun terakhir ada tiga peristiwa menarik. (E-KTP) Jatuh dari truk di Bogor, dijual online, ada penggandaan (dipalsukan) di Pasar Pramuka," paparnya.
"Kami ingin, 2019 enggak ada sedikit pun kecurangan. Tetapi, kalau begini potensi kecurangan sangat besar," sambung dia.
Mantan Ketua KPU DKI itu juga mempertanyakan, enam angka terakhir Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (NKK) yang tidak boleh dibuka. Menurut dia, aneh Kemendagri beralasan untuk melindungi warga yang mengisi kartu telepon seluler prabayar.
"Ini mengada-ada alasannya. Kami, akan tetap minta dibuka angka itu," tegas Taufik.
Selanjutnya, kata dia, keanehan KPU memasukkan penyandang gangguan jiwa ke dalam DPT 2019.
Padahal, dalam agama Islam, tuhan Allah SWT tidak memperhitungkan amal perbuatan orang gila.
"Orang gila itu pahala tidak dikasih dosa tidak dikasih. Ini agak aneh buat saya," ungkapnya.
Menurutnya, kebijakan ini dikeluarkan karena ada kegundahan atas kejadian tertentu dari pemangku kepentingan.
"Ada 14 juta orang gila menurut data yang terlansir, makin lama makin banyak orang gila,"jelasnya.
Sementara itu, Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh memastikan 31 juta bukan data baru. Angka itu, muncul berdasar analisis DP4 yang sudah ada. Data 31 juta data lama.
"Ingin saya tegaskan, tidak ada DPT baru yang kami kirimkan ke KPU," ucapnya.
Zudan menjelaskan, 31 juta data yang disampaikan ke KPU itu merupakan hasil analisis atas 185 juta DPT. Adapun data yang mereka sampaikan tersebut bisa saja digunakan oleh KPU, bisa juga tidak.
"Dari hasil analisis kami yang ada dalam DP4 itu, 31 juta kami belum masuk dalam DPT. Ini adalah hasil analisis berdasar DP4. 31 juta ini adalah data yang ada di dalam DP4," dalihnya.
Sedangkan, terkait NIK dan NKK dia menegaskan, enam angka bisa dibuka. Namun, harus memilih salah satu, misalnya kalau NIK yang dibuka maka NKK tidak boleh. Begitu pun sebaliknya.
"Boleh dibukan NIK dan NKK. Tetapi, salah satu saja," ucap dia.
Mendagri Tegaskan Tak Ada Potensi 31 Juta DPT Siluman
Sebelumnya, terkait kecurigaan dari sejumlah partai politik mengenai potensi 31 juta pemilih masuk dalam DPT, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan dugaan penyelewengan terhadap data pemilih itu tidak mungkin terjadi di pemilu 2019.
"Penyelewengan atau penyelundupan itu tidak mungkin. Dan 31 juta yang dituduhkan itu, datanya ada,clear,by name by address. Hanya memang ada beberapa belum masuk DPT karena ya bingung kok ada dua alamat," tambahnya.
Menurutnya, tidak ada penambahan data penduduk pemilih potensial pemilu yang diberikan Kemendagri kepada KPU.
Angka 31 juta data pemilih itu adalah bagian dari 197 juta Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) yang diserahkan pada akhir 2017 lalu.
"DP4 itu hanya diberikan satu kali pada 15 Desember 2017, data kami serahkan sampaipassword-nya juga kami serahkan ke KPU, tembusan ke Bawaslu. Sehingga tidak ada DP4 baru, nama sejak awal itu sudah ada," tegas polotisi PDI-P itu. (Alf)