JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mantan narapidana penista agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) baru sajamenghirup udara bebas, setelah2 tahun mendekam di penjara gara-gara menistakan ayat suci Al-Quran, surah Al-Maidah ayat 51 saat berpidato di Kepulauan Seribu, dua tahun silam.
Namun, bukan tidak mungkin mantan Gubernur DKI itu akan kembali lagi ke balik geruji besi dalam waktu dekat. Mengingat, nama Ahok sebelumnya kerap disebut-sebut terseret di sejumlahkasus dugaan pelanggaran hukum.
Demikian disampaikan Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto saat berbincang dengan TeropongSenayandi Jakarta,menanggapi bebasnya Ahok dari Mako Brimob, Senin(28/1/2019).
Sugiyanto mengungkapkan, selama berkantor di Balai Kota DKI periode 2014-2017,setidaknya ada tujuh pelanggaran hukum yang diduga menyeret Ahok.
Menurut SGY, panggilan akrabnya, dari tujuh kasus itu yang paling menyedot perhatian publik antara lain kasus pengadaan uninterruptible power supply (UPS),kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras dan Rusun Cengkareng serta kasus megaproyek reklamasi Teluk Jakarta.
SGY menyebut, yang paling mencolok adalah disposisi Ahok dalam pembelian lahan RS Sumber Waras yang transaksi pembayarannya dilakukan di ujung tahun 2014, atau tepatnya di malam tahun baru 2015.
Belakangan, hasil audit investigasi BPK pun memergoki adanya penyimpangan dan kebocoranuang negara hinggaratusan miliyar dalam pembelian lahan milik Yayasan RS Sumber Waras yang dipimpin Kartini Mudjadi itu.
Dalam kasus ini, Ahok diduga melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian Rp 191 miliar.
"Bahkan hasil audit investigasi BPK menguatkan ada kerugian negara sebesar Rp 173 miliar,” jelas SGY.
Karenanya, SGY meminta Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mendorong aparat penegak hukum untuk menuntaskan sejumlah kasus dugaan pelanggaran hukum yang menyeret nama pendahulunya itu.
"Ini demi keadilan, baik untuk mengembalikan dugaan kebocoran uang rakyat di Pemprov DKI dan sekaligus membersihkan nama Ahok. GubernurAnies harus mendorong aparat penegak hukum menuntaskan dugaan kasus hukum yang melibatkan Ahok," terang SGY.
Dijelaskan SGY, tujuh dugaan pelanggaran Ahok antara lain, pengusutan kasus pengadaan uninterruptible power supply (UPS) yang belum tuntas.
"Sebagai gubernur, Ahok dan pimpinan SKPD lainnya harus ikut bertanggungjawab atas munculnya kasus UPS," ujar SGY.
Kasus lainnya adalah pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW) oleh Ahok, yang berdasarkan hasil LHP Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan DKI Jakarta tahun 2014disebutkan ada kerugian keuangan daerah sebesarRp 191 miliar.
Pada kasus ini Ahok diduga melakukan pelangaran peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian Rp 191 miliar. Bahkan hasil audit investigasi BPK menguatkan ada kerugian negara sebesar Rp 173 miliar,” ujar Sugiyanto.
Ahok juga diduga telah melanggar UU No 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, yaitu tidak melaksanakan rekomendasi BPK untuk membatalkan pembelian lahan RSSW. Bahkan Ahok menantang BPK karena dirinya kekeuh tidak akan membatalkan pembelian.
Dalam kasus ini, sebelumnya Gubernur DKI Anies Baswedan menyatakan bahwa hasil LHP BPK perwakilan DKI Jakarta tahun 2014 tentang rekomendasi pembelian lahan RSSW adalah benar danwajib untuk ditindaklanjuti. Ada ancaman pidana satu tahun enam bulan bila rekomendasi BPK tidak dilaksanakan.
Selanjutnya, kasus reklamasi Teluk Jakarta yang izinnya dikeluarkan Ahok juga sarat korupsi. Bahkan KPK telah menangkap salah satu anggota DPRD karena menerima suap dari pengembang. Ahok dalam kasus ini mengeluarkan kebijakan diskresi, yang diduga menyalahi peraturan perundang-undangan.
Kasus lainnya yang harus diungkapadalahkasus pembelian lahan di Cengkareng, Jakarta Barat. Berdasarkan temuan BPK adalah aset milik Pemprov DKI Jakarta sendiri namun dibeli oleh Pemprov DKI Jakarta.
Dalam kasus ini, Ahok patut diduga bertanggungjawab, karena dialah yang menandatangani APBD yang ketika itu menggunakan APBD Pergub.
"Selain itu, yang juga wajib diselesaikan adalah kasus dugaan mengalirnya dana Rp 30 miliar dari pengembang kepada Teman Ahok. Diduga untuk kepentingan memenangkan Ahok dalam Pilkada 2017," beber Sugiyanto.
Terakhir, dugaan kasus dana kontribusi tambahan dari pelaksanaan reklamasi Podomoro yang diduga diterima Ahok sebesar Rp 392.672.527.288. Pemberian dana itu diantaranya sejumlah Rp 6 miliar diduga digunakan untuk menggusur Kalijodo dan Rp 92 miliar untuk kegiatan pembangunan rusun Daan Mogot.
"Diharapkan semua kasus itu dapat dituntaskan dengan secara cepat dan transparan, seperti halnya kasus penistaan agama yang telah dijalankan Ahok dengan vonis hukum dua tahun penjara, kemarin,” pungkas Sugiyanto. (Alf)