JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Pakar hukum pidana, Prof Romli Atmasasmita mengatakan kasus penyebaran berita bohong atau hoaks yang dilakukan Ratna Sarumpaet murni hukum pidana bukan kepentingan politik seperti yang dituding berbagai pihak.
“Kalau saya ahli hukum, itu murni pidana tidak ada politik. Mulutnya kan salah karena bohong, fitnah,” kata Prof Romli kepada wartawan, Sabtu (2/2/2019).
Menurut dia, kasus Ratna yang sekarang sudah tahap kedua dilimpahkan berkas dan tersangkanya oleh kepolisian ke kejaksaan sebagai tanda kasus tersebut sudah memiliki cukup bukti permulaan. Sehingga, bisa segera diproses persidangan.
“Kalau sudah sampai P21 berarti sudah bukti permulaan, sudah cukup bukti dan sudah bisa disidang,” ujarnya.
Bahkan, Romli mengatakan kasus penyebaran hoaks ini tidak hanya berhenti kepada Ratna karena sudah masuk ke kejaksaan. Maka, tidak menutup kemungkinan kepolisian bisa menambah tersangka lagi selain Ratna.
“Kita lihat kalau kejaksaan membuat P21 lengkap berarti yang lain bisa jadi tersangka, turut menyebarluaskan hoaks. Enggak (berhenti di Ratna), banyak kalau polisi mau usut,” jelas dia.
Oleh karena itu, Romli mengatakan penegak hukum harus mengusut tuntas kasus Ratna karena dia tidak mungkin sendiri. Sebab, penyebaran hoaks terhadap Ratna sempat menuding aparat yang melakukan kekerasan.
“Harus (diusut tuntas) karena tidak mungkin sendiri, karena waktu dia ngomong di berita kan itu banyak yang belain bahwa itu dipukuli. Bahkan, arahnya kan ke aparat seolah-olah digebukin aparat pemerintah, kan kesannya begitu. Kita lihat saja nanti ya,” tandasnya.
Untuk diketahui, kasus hoaks Ratna bermula dari foto lebam wajahnya yang beredar di media sosial. Sejumlah tokoh mengatakan Ratna dipukuli orang tak di kenal di Bandung, Jawa Barat.
Namun, tiba-tiba Ratna mengklarifikasi kalau berita penganiayaan terhadap dirinya itu bohong. Karena, Ratna mengaku mukanya lebam habis menjalani operasi plastik.
Atas kebohongan publik itu, Ratna dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). (ahn)