JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Dalam dua minggu terakhir terungkap di ruang publik tentang kontroversi fakta keberadaan PI (Participacing Interest) 40% Rio Tinto dengan Freeport Mc Moran (FCX) dalam komposisi saham PT Freeport Indonesia (PTFI). PI Rio Tinto tersebut telah dibayar lunas pada 21 Desember 2018 oleh PT Inalum (Holding BUMN Tambang) sebesar USD 3,5 miliar.
Menangapi hal ini, pengamat energi Marwan Batubara menilai ada yang janggal dalam proses divestasi PT Freeport. Divestasi ini seharusnya tidak ada kaitannya dengan Rio Tinto. Sebab, dalam ketentuan, KK hanya melibatkan dua belah pihak, yakni pemerintah dan Freeport.
"Yang jelas kalau bicara tentang apa saham Rio Tinto itu kan selama ini tidak dikenal. Kita tidak mengenal itu kok tiba-tiba ada, kalau ada hubungan bisnis antara Freeport dengan Rio Tinto itu bukan urusan kita," kata Marwan saat dihubungi di Jakarta, Minggu (17/2/2019).
Dia juga menyatakan, berkaitan dengan Kontrak Karya (KK) PT FI yang seharusnya berakhir pada 2021. Nyatanya, pemerintah telah memberikan perpanjangan kepada PT FI dengan perubahan kontrak menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Terus yang juga penting yang menjadi faktor yang menentukan mahal murah harga saham tambang itu cadangan mineral. Nah cadangan yang ini dihitung untuk privat itu kok sampai 2041 padahal kontraknya pada 2021. Maka cadangan yang dihitung besar padahal hak untuk memperpanjang ada di tangan kita, kenapa kita memilih opsi yang justru memberatkan kita, membayar harga saham itu kan bisa dipilih untuk sampai dipilih 2021," kata dia.
Menurutnya, hal ini telah melanggar kontrak karya pasal 28 ayat 2 yang mengatur semua korespondensi itu melalui izin. Namun, kata Marwan, menteri tidak mengetahui, hanya diketahui masyarakat setelah ada negosiasi Inalum dengan Freeport di 2017.
"Iya itu kita menganggap itu ilegal karena menyalahi aturan atau ketentuan yang ada kontrak karya," kata dia.
Diketahui, Koalisi Rakyat Kedaulatan Sumber Daya Alam (KRKSDA) menduga ada maladministrasi pada proses divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Dugaan ini dilaporkan kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI).(plt)